Sabtu, 09 Juni 2012

Proposal Penelitian TP

PROPOSAL PENELITIAN TP
PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS PADA SISWA KELAS VI SDN 021 PENGALIHAN KECAMATAN KERITANG KAB. INDRAGIRI HILIR

DOSEN PENGAMPU :
 Dr. INDRATI KUSUMANINGRUM, M.Pd

BAB I
PENDAHULUAN
  A.    Latar Belakang Masalah
Dalam menghadapi era globalisasi dan perkembangan zaman saat sekarang ini maka tuntutan akan pengembangan sistem pendidikan nasional harus mengacuh pada kebutuhan, serta dapat dilaksanakan secara baik dan menyeluruh dalam berbagai aspek kebutuhan dari setiap tingkat dan jenjang pendidikan. Untuk menjawab tantangan zaman tersebut dituntut kerja keras dan tanggung jawab dari semua pihak yang terkait dalam pengembangan sistem pendidikan nasional.  Pada bidang pendidikan banyak hal-hal yang harus diperhatikan, mulai dari kurikulum pembelajaran serta perangkatnya, pasilitas pendidikan, sarana dan prasarana pendidikan, media, dan teknik-teknik pembelajaran yang disenangi dan mudah dipahami oleh siswa. Untuk itu sangat diharapkan fungsi profesionalisme tenaga pendidik agar dapat mengupayakan pendidikan yang bermutu.
                  Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik dengan pesertadidik dalam upaya membantu peserta didik menguasai tujuan-tujuan pendidikan. Pembelajaran Pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar. Tujuan pembelajaran adalah terwujutnya efisiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik.
                  Peserta didik adalah salah satu komponen pendidikan yang menempati posisi sentral dalam proses belajar mengajar. Di dalam proses belajar mengajar, siswa sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal. Siswa atau peserta didik akan menjadi faktor penentu, sehingga menuntut dan mempengaruhi segala sesuatu yang diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya. Jadi dalam proses belajar mengajar yang diperhatikan pertama kali adalah siswa atau peserta didik, bagaimana keadaan dan kemampuannya, baru setelah itu menentukan komponen-komponen yang lain. Apa bahan yang diperlukan, bagaimana cara yang tepat untuk bertindak, alat dan fasilitas apa yang cocok dan mendukung, semua itu harus disesuaikan dengan keadaan / karakteristik siswa. Itulah sebabnya siswa atau peserta didik merupakan subjek belajar.
                  Permasalahan yang berkaitan dengan hasil belajar siswa di kelas, guru harus jeli dan bisa mencari jalan keluarnya, tidak boleh dibiarkan berlarut-larut dialami oleh siswa. Karena akibatnya akan patal dan menghambat perkembangan intelektual siswa dalam proses pembelajaran. Jalan keluar, dalam mengatasi masalah belajar siswa adalah guru harus mampu menerapkan strategi baru yang mudah dipelajari, dipahami, dan disenangi oleh siswa. Strategi baru yang akan diterapkan disini adalah penggunaan teknik-teknik pembelajaran kooperatve learning yaitu Turnamen Game Team (TGT) pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)  kelas VI (enam) SD, karena teknik-teknik pembelajaran kooperatif Turnamen Game Team (TGT) dianggap mudah dipelajari dan bisa dipergunakan untuk semua usia anak didik.
                  Pendekatan pembelajaran tradisional yang diterapkan selama ini cenderung kurang memperhatikan potensi yang dimiliki oleh siswa atau peserta didik. Kalaulah kita perhatikan, ketika anak belajar di TK, anak-anak begitu antusias, gembira, dan alami. Sifat keingintahuan mereka sangat tinggi, mereka bertanya dan ingin mencoba segala hal yang baru dilihatnya. Namun semangat belajar mereka menurun seiring dengan meningkatnya jenjang pendidikan mereka. Terlebih pada saat mereka  di perguruan tinggi, mereka menjadi lebih pendiam bahkan cenderung menjadi pasif. Termasuk dalam permasalahan pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). IPS memiliki peran yang penting dalam kehidupan umat manusia. IPS menjadi pembantu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai bermartabat. Menyadari betapa pentingnya peran IPS dalam kehidupan umat manusia, maka sangat penting pula bagi siswa untuk memahami nilai-nilai IPS.
                  Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) termasuk komponen utama mata pelajaran dalam pendidikan, tidak hanya menyajikan pengetahuan sosial semata-mata, melainkan juga membina siswa menjadi warga masyarakat dan warga Negara yang memiliki tanggung jawab. Maka pokok bahasan yang disajikan, tidak hanya terbatas pada materi yang bersifat pengetahuan melainkan juga meliputi nilai-nilai yang wajib melekat pada diri siswa sebagai warga masyarakat dan warga Negara.
                                  Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran utama yang diberikan mulai dari jenjang Pendidikan Dasar, Menengah, dan  bahkan sampai ke perguruan tinggi. IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di sekolah yang mengkaji berbagai peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan masalah sosial. Melalui mata pelajaran IPS, siswa diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, patriotis, bertanggung jawab, dan menjadi warga dunia yang cinta damai sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003.
                                  Berdasarkan pengamatan dan pengalaman peneliti sebagai guru IPS di kelas VI, menunjukkan bahwa motivasi dan hasil belajar IPS siswa masih tergolong rendah. Hal ini terlihat dari gejala antara lain :  1)  Dari 40  0rang siswa, hanya 19 orang siswa yang mencapai nilai criteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 65 (data terlampir),  2) Kurangnya keinginan siswa untuk mengajukan pertanyaan atau mengemukakan pendapatnya dalam proses pembelajaran di kelas, dari 40 orang siswa hanya beberapa orang saja yang bertanya, bahkan siswa yang sering bertanya siswa itu-itu saja,  3)   Kurangnya kemampuan siswa dalam menguasai materi pembelajaran, hal ini terlihat dari hasil evaluasi yang dilaksanakan pada akhir pembelajaran, dari 40 siswa hanya 15 orang yang dapat mengerjakan dengan cepat dan benar,  4) Kurangnya perhatian siswa terhadap materi yang disampaikan oleh guru, hal ini terlihat dari adanya sebagian siswa yang sering ribut atau bercerita dengan teman sebangku ketika guru menjelaskan materi pembelajaran di kelas.
                                  Untuk memperoleh hasil belajar yang diinginkan dalam pembelajaran IPS diperlukan pendekatan atau model pembelajaran yang dapat mengoptimalkan proses pembelajaran sehingga siswa benar-benar belajar dan memaknai pembelajarannya. Model pembelajaran yang digunakan guru selama ini jarang melibatkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki oleh siswa. Guru sudah berusaha semampunya untuk menggunakan model pembelajaran yang belum perna dilakukannya seperti membentuk kelompok belajar. Pada proses pembelajaran kelompok ini siswa belum dapat bekerja sama dengan baik dalam kelompoknya khususnya bagi siswa yang berkemampuan rendah. Siswa yang berkemampuan tinggi tetap tidak mau mengajarkan temannya yang berkemampuan rendah. Sehingga hasil belajar yang baik hanya diperoleh oleh siswa yang berkemampuan tinggi. Seharusnya, dalam pembelajaran kooperatif, setiap anggota kelompok harus saling membantu, yang cepat harus membantu yang lemah. Selain itu, siswa masih ditempatkan sebagai objek, dalam belajar guru masih ditempatkan sebagai subjek, atau guru masih ditempatkan sebagai sumber belajar, guru kurang memotivasi siswa dalam belajar. Keadaan situasi belajar seperti ini sedikit banyaknya akan berpengaruh pada hasil belajar siswa.
                  Memperhatikan masalah di atas peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran kooperatif yang melibatkan seluruh siswa dengan mengimplementasikan keterampilan kerja kelompok dalam pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu strategi dalam pembelajaran yang mendorong siswa aktif bertukar pikiran sesame temannya dalam memahami suatu topic pelajaran. Dalam kelompok kooperatif siswa belajar bersama, saling membantu, dan berdiskusi, serta bersama-sama dalam menyelesaikan suatu kegiatan belajar. Siswa selalu berusaha hadir dalam kelas secara teratur, berusaha keras untuk membantu dan mendorong semangat teman-teman sekelompoknya untuk sama-sama berhasil. Dengan demikian pembelajaran kooperatif dapat memacu semangat siswa saling membantu dalam memecahkan masalah dalam pembelajaran.
                  Salah satu usaha guru yang dapat dilakukan adalah menerapkan strategi pembelajaran yang bertujuan mengaktifkan siswa yaitu supaya siswa mau bertanya tentang materi yang sedang dipelajari terlebih dahulu kepada teman sekelompoknya. Bersemangat untuk mengerjakan latihan serta mempunyai rasa tanggung jawab dengan tugas dan kelompoknya. Maka perluh digunakan pembelajaran kooperatif. Saat ini pembelajaran kooperatif semakin berkembang. Salah satu pembelajaran kooperatif yang mudah dipelajari dan bisa dipergunakan untuk semua usia anak didik adalah tife Turnamen Game Team (TGT).
                  Slavin (2008; 167) menyatakan bahwa Turnament Game Team (TGT) dapat memberikan kesempatan kepada guru untuk menggunakan kompetisi dalam suasana yang konstruktif / positif. Para siswa menyadari bahwa kompetisi merupakan sesuatu yang mereka hadapi setiap saat, tetapi Turnament Game Team (TGT) memberikan mereka peraturan dan strategi untuk bersaing sebagai individu setelah menerima bantuan dari teman kelompok mereka. Mereka membangun ketergantungan atau kepercayaan diri dalam tim asal mereka yang memberikan kesempatan kepada mereka untuk merasa percaya diri ketika mereka bersaing dalam turnament.
              Dengan penerapan Turnament Game Team (TGT) akan meningkatkan daya saing siswa sehingga suasana kelas akan menjadi lebih hidup. Artinya dengan Turnament Game Team (TGT) timbul semangat setiap siswa untuk memperhatikan potensi yang dimilikinya agar dapat memperoleh skor secara individu maupun untuk kelompoknya masing-masing. Semangat yang ditimbulkan akan berpengaruhterhadap peningkatan kemampuan siswa dalam menyerap meteri yang disampaikan guru, yang pada akhirnya akan meningkatkan hasil belajar siswa.
              Menyadari permasalahan-permasalahan sebelumnya, peneliti ingin melakukan suatu penelitian tindakan sebagai upaya dalam melakukan perbaikan terhadap pembelajaran dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Learning Turnament Game Team (TGT) untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belar Siswa Kelas VI, SD Negeri 021 Keritang Kabupaten Indragiri Hilir.
B.          Identifikasi Masalah
              Berdasarkan latar belakang masalah terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi        rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS antara lain disebabkan :
1.          Model pembelajaran kelompok yang diterapkan guru selama ini belum mengikuti langkah-langkah pembelajaran kelompok sebagaimana yang diterapkan para ahli yang melibatkan seluruh siswa. Sehinggah siswa yang pintar dominan memilih anggota kelompoknya yang sama-sama pintar. Hal ini menyebabkan tidak meratanya pembagian kelompok, atau kelompoknya belum heterogen.
2.             Motivasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran IPS masih rendah.
3.             Tidak terjadi persaingan antar siswa dalam pembelajaran, karena yang aktif hanya siswa yang berkemampuan intelektual tinggi. Sedangkan siswa yang kemampuannya rendah masih pasif.
4.             Siswa yang berkemampuan tinggi tidak peduli dengan anggota kelompoknya, ia cenderung mengerjakan tugas kelompoknya sendiri tanpa menghiraukan teman-temannya.
5.             Guru cenderung mengejar target penyampaian materi pelajaran, sehinggah lebih banyak menggunakan metode ceramah dalam proses pembelajaran yang membuat siswa pasif.
6.             Dalam kerja kelompok cenderung hanya mengharapkan siswa yang pintar untuk bertanya dan menjawab pertanyaan dari kelompok lain.
7.             Rendahnya hasil belajar siswa.
C.              Pembatasan Masalah
              Berdasarkan identifikasi masalah, penelitian ini hanya dibatasi pada penerapan model pembelajaran kooperatif tife Turnamen Game Team (TGT) untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas VI, SD   Negeri 021 Keritang Kabupaten Indragiri Hilir.
D.             Perumusan Masalah
              Berdasarkan identifikasi masalah, selanjutnya peneliti merumuskan permasalahan yang akan diteliti. Hal ini berguna agar peneliti lebih terarah dam menuju sasaran yang diharapkan. Masalah yang dirumuskan adalah sebagai berikut :
1.          Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tife Turnamen Game Team(TGT)     dapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas VI, SD Negeri 021 Keritang Kabupaten Indragiri Hilir ?
2.          Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif Turnamen Game Team (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI, SD Negeri 021 Keritang Kabupaten Indragiri Hilir ?


E.              Tujuan Penelitian
           Berdasarkan perumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk :
1.               Meningkatkan motivasi belajar siswa kelas VI, SD Negeri 021 Keritang Kabupaten Indragiri Hilir, melalui penerapan model pembelajaran kooperatif Turnamen Game Team (TGT).
2.                Meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI, SD Negeri 021 Keritang Kabupaten Indragiri Hilir, melalui penerapan model pembelajaran kooperatif Turnamen Game Team (TGT).
F.              Manfaat Hasil Penelitian
                        Manfaat hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.          Bagi penulis sendiri, sebagai peneliti sekaligus guru mata pelajaran IPS di SD Negeri 021 Keritang Kabupaten Indragiri Hilir untuk peningkatan dan pengembangan profesionalisme sebagai seorang guru mata pelajaran IPS.
2.          Bagi siswa kelas VI, SD Negeri 021 Keritang Kabupaten Indragiri Hilir sebagai subjek penelitian yang berimplikasi langsung terhadap perbaikan atau peningkatan motivasi dan hasil belajar selama proses pembelajaran IPS.
3.                Bagi SD Negeri 021 Keritang Kabupaten Indragiri Hilir, sebagai salah satu masukan dalam rangka memperbaiki proses pembelajaran dan meningkatkan mutu pembelajaran terutama pada pembelajaran IPS.
4.                Guru bidang studi IPS sebagai bahan masukan untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pelajaran IPS sehingga dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPS siswa.
5.          Sebagai pedoman atau landasan berpijak bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti tentang peningkatan motivasi dan hasil belajar IPS dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik Turnamen Game Team (TGT) dengan memanfaatkan temuan penelitian ini.
6.          Untuk pengembangan Ilmu Pengetahuan khususnya pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
BAB II                                                                                                    TINJAUAN PUSTAKA
A.          Kajian Teoretis
1.     Model Pembelajaran Kooperatif
               Secara sistematis model pembelajaran kooperatif diartikan sebagai model pembelajaran secara berkelompok atau bekerjasama. Slavin (2008; 8) pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dimana siswa belajar secara berkelompok. Pada pembelajaran ini ini siswa dikelompokkan. Tiap-tiap kelompok terdiri dari 4 atau 5 orang siswa. Anggota kelompok harus heterogen menurut kemampuan intelektual, jenis kelamin, suku, dan agama. Belajar dan bekerjasama secara kolaboratif, dengan struktur kelompok yang heterogen.
                            Kunandar (2007; 337) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah  pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh antar siswa untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. 
                      Sedangkan Ibrahim, dkk (2000;6) ada 4 ciri-ciri modelpembelajaran  kooperatif yaitu :                                                                                                                       

1.        siswa bekerjasama dalam kelompok-kelompok secara kooperatif untuk                                                   menuntaskan materi belajarnya,

2.        Kelompok dibentuk dari siswa yang berkemampuan akademik tinggi,  sedang, dan rendah,    
3.                                                                                                                Bilamana mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda,
4.       Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.

                                    Dari pendapat para ahli di atas penulis simpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang dirancang agar siswa dapat menyelesaikan tugas secara berkelompok. Pada pembelajaran kooperatif siswa diberi kesempatan utuk bekerjasama dengan teman yang ada pada kelompoknya masing-masing. Dengan demikian rasa setia kawan dan ingin maju bersama semakin tertanam pada diri setiap siswa.
                    Ibrahim, dkk (2000; 6) unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
1.             Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan bersama “, 
2.             Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu dalam kelompoknya, seperti, milik mereka sendiri,
3.              Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota da dalam kelompokny, memiliki tujuan yang sama,
4.                     Siswa haruslah membagi tugas dan bertanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya, 
5.             Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah / penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok,
6.                     Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya,
7.             Siswa akan diminta pertanggungjawabannya secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
                                    Berdasarkan pendapat di atas, dapat penulis simpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang bertujuan untuk mewujudkan kegiatan belajar yang berpusat pada siswa, terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain. Siswa yang agresif dan tidak peduli pada temannya. Ibrahim, dkk (2000; 10) fase-fase pembelajaran kooperatif dapat dilihat pada table berikut :
Tabel 2. Sintaks Pembelajaran Kooperatif                               Ibrahim, dkk (2000; 10)
Fase
Tingkah Laku Guru
 Fase -1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Fase -2
Menyajikan informasi

Fase -3
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar


Fase -4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Fase -5
Evaluasi

Fase -6
Memberikan penghargaan


Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar


Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien


Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

Guru memberikan hadiah / penghargaan kepada kelompok atau individu yang berhasil dalam mengerjakan tugas kelompok atau tugas-tugas individu
     
            Dari pendapat di atas dapat penulis simpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang dirancang agar siswa diberi kesempatan untuk bekerjasama dengan teman kelompoknya. Dengan demikian rasa setia kawan dan ingin maju bersama semakin tertanam pada setiap diri siswa.
Model Pembelajaran Kooperatif Tife Turnament Game Team (TGT)
            Slavin (2008; 167) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif model Turnamen Game Team (TGT) adalah salah satu tife atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, dengan melibatkan aktifitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran serta siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsure permainan dan reinforcement.
                Lebih lanjut Slavin (2008; 167) menyatakan bahwa Turnament Game Team (TGT) dapat memberikan kesempatan kepada guru untuk menggunakan kompetisi dalam suasana yang konstruktif / positif. Para siswa menyadari bahwa kompetisi merupakan sesuatu yang mereka hadapi setiap saat, tetapi Turnament Game Team (TGT) memberikan mereka peraturan dan strategi untuk bersaing sebagai individu setelah menerima bantuan dari teman kelompok mereka. Mereka membangun ketergantungan atau kepercayaan diri dalam tim asal mereka yang memberikan kesempatan kepada mereka untuk merasa lebih percaya diri ketika mereka bersaing dalam tournament.
                Berdasarkan pendapat di atas diketahui bahwa model pembelajaran tife Turnament Game Team (TGT) merupakan salah satu bentuk pembelajaran berkelompok yang mampu meningkatkanprestasi akademik siswa, saling membantu dan saling ketergantungan. Aktifitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model Turnament Game Team (TGT) memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran.
                Slavin (2008; 170) mengemukakan bahwa ada 5 komponen utama dalam Turnament Game Team (TGT) yaitu :
a.     Penyajian Kelas
            Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung dengan menggunakan metode ceramah, dan diskusi yang dipimpin oleh guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan oleh guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok, dan pada saat game karena skor game menentukan skor kelompok.
b.      Kelompok atau Team
                Kelompok biasanya terdiri dari 4 atau 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin, dan rasa tau etnis. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya, dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
c.      Game
                Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya akan dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
d.     Turnament
            Biasanya turnament dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok setelah selesai mengerjakan lembar kerja. Pada turnament guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnament. Biasanya tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II, dan seterusnya.
e.      Team Recognize (penghargaan kelompok)
            Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing tim akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditetukan. Tim mendapat julukan “Super team” jika rata-rata skor atau lebih,  “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40 – 45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30 – 40.
                Berdasarkan pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa pada prinsipnya ada 5 komponen utama dalam Turnament Game Team, yaitu : Penyajian kelas, kelompok, game, tournament, dan penghargaan kelompok. Kelima komponen tersebut menjadi cirri khas dalam pembelajaran Turnament Game Team. Hal senada yang dijelaskan oleh Silbermen (2006; 171), bahwa ada beberapa prosedur yang dapat diterapkan dalam Turnament Game Team (TGT), yaitu sebagai berikut :
1.       Bagilah siswa menjadi sejumlah tim yang beranggotakan 4 atau 5 orang siswa, sebaiknya setiap kelompok atau tim memiliki jumlah anggota yang sama banyak.
2.       Berikan materi kepada tim untuk dipelajari bersama.
3.       Buatlah beberapa pertanyaan yang menguji pemahaman / pengingatan akan materi pelajaran. Gunakan format yang memudahkan penilaian sendiri, misalnya pilihan ganda, mengisi titik-titik, atau benar / salah.
4.       Berikan sebagian pertanyaan kepada siswa. Sebutlah ini sebagai ronde pertama dari tournament belajar (tiap siswa harus menjawab pertanyaan secara perseorangan).
5.       Setelah pertanyaan diajukan. Sediakan jawabannya dan perintahkanlah siswa untuk menghitung jumlah pertanyaan yang mereka jawab dengan benar. Selanjutnya perintahkan mereka untuk menanyakan skor mereka dengan tiap anggota tim mereka untuk mendapat skor tim. Umumkan skor untuk tiap tim.
6.       Perintahkanlah mereka untuk belajar lagi untuk ronde kedua dalam tournament. Kemudian ajukan pertanyaan tes lagi sebagai bagian dari ronde kedua. Perintahkan tim untuk sekali lagi menggabungkan skor mereka dan menambahkannya ke skor mereka di ronde pertama.
7.       Anda bisa membuat ronde sebanyak yang anda mau, namun pastikan untuk memberikan kesempatan tim untuk menjalani sesi belajar antara masing-masing ronde.
        Berdasarkan beberapa prosedur di atas dapat dijelaskan bahwa pembelajaran kooperatif model Turnament Game Team (TGT) memiliki kelebihan dari metode pembelajaran yang lain seperti metode ceramah, Tanya jawab dan sebagainya. Selanjutnya dapat disimpulkan urgensi dari pembelajaran kooperatif model Turnament Game Team (TGT) antara lain :`
a.       Dapat melatih mental siswa dalam berkompetisi dengan teman yang lain dalam belajar.
b.      Secara tidak langsung siswa dituntut untuk belajar lebih giat agar mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan baik dari guru maupun dari kelompok lain.
c.       Dengan belajar kelompok siswa dapat menyelesaikan tugas belajar dengan mudah dan dapat saling bertukar pendapat satu sama lain.
d.      Siswa dapat saling tolong menolong dalam belajar.
                Sehubungan dengan penelitian ini, maka penerapan model pembelajaran tife Turnament Game Team (TGT) akan berpedoman pada pendapat yang dikemukakan oleh Slavin yaitu penyajian kelas, kelompok, game, tournament, dan penghargaan kelompok.

2.     Hakikat Motivasi Belajar
            Motivasi merupakan salah satu komponen yang amat penting dalam pembelajaran dan merupakan sesuatu yang sulit diukur. Kemauan untuk belajar merupakan hasil dari berbagai factor, yaitu kepribadian, kebiasaan, serta karakteristik belajar siswa. Motivasi belajar secara etimologi berasal dari kata motivasi dan belajar. Secara sederhana motivasi belajar dapat diartikan sebagai dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan perbuatan belajar. Motivasi belajar penting bagi siswa dan guru.
                Sarlito Wirawan (1982; 64) menyatakan bahwa motif atau dalam bahasa Inggrisnya “motive”, berasal dari kata”motion”, yang berarti gerakan atau sesuatu yang bergerak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa suatu motif adalah keadaan kejiwaan yang mendorong, mengaktifkan atau menggerakkan dan motif itulah yangmengarahkan dan menyalurkan perilaku, sikap, dan tindak tanduk seseorang yang selalu dikaitkan dengan pencapaian tujuan, baik tujuan organisasi maupun tujuan pribadi masing-masing anggota organisasi.
                David B. Guralnik dalam Moekijat (2002; 4) mengemukakan bahwa, “motif an inner drive, impulse, etc. that causes one to act”. Motif adalah suatu perangsang dari dalam, suatu gerak hati, dan sebagainya yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu.
                Di samping istilah “motif” dikenal pula istilah motivasi. Motivasi merupakan istilah yang lebih umum, yang menunjuk kepada seluruh proses gerakan itu, termasuk situasi mendorong, dorongan yang timbul dari dalam diri individu, tingkah laku yang ditimbulkan dari situasi tersebut dan tujuan atau akhir dari pada gerakan atau perubahan.
                Moekijat (2002; 5) mendefinisikan motivasi adalah factor yang mendorong orang untuk bertindak atau berperilaku dengan cara tertentu, proses motivasi mencakup : Pengenalan dan penilaian kebutuhan yang belum dipuaskan, penentuan tujuan yang akan memuaskan, dan penentuan tindakan yang diperlukan untuk memuaskan tujuan.
                    Oemar Hamalik (2004; 158) mengemukakan bahwa ada dua prinsip yang dapat digunakan untuk meninjau motivasi, yaitu :  1)  Motivasi dipandang sebagai suatu proses. Pengetahuan tentang proses ini akan membantu kita menjelaskan tingkah laku yang kita amati dan untuk memperkirakan kelakuan-kelakuan lain pada seseorang.  2)  Kita menentukan karakter dari proses ini dengan melihat petunjuk-petunjuk yang dapat dipercaya, dapat dilihat kegunaannya dalam memperkirakan dan menjelaskan tingkah lakunya.
                    Menurut Mc. Donald motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan.
                Siagian (2005; 142) dari segi taksonomi, motivasi berasal dari kata “movore” dalam bahasa latin, yang artinya bergerak. Berbagai hal yang biasanya terkandung dalam berbagai definisi tentang motivasi antara lain adalah keinginan, harapan, kebutuhan, tujuan,sasaran, dorongan, dan inisiatif. Motivasi didefinisikan terdapat tiga komponen utamanya, yaitu kebutuhan, dorongan, dan tujuan. Kebutuhan yang merupakan segi pertama dari motivasi, timbul dalam diri seseorang apabila ia merasa adanya kekurangan dalam dirinya. Dalam pengertian homeostatic, kebutuhan timbul atau diciptakan apabila dirasakan adanya ketidak seimbangan aqntara apa yang dimiliki dengan apa yang menurut persepsi yang bersangkutan seyogyanya dimilikinya, baik dalam arti pisiologis maupun psikologis. Mc. Donald dalam Sardiman (2004; 158) motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.    
                    Dalam proses pembelajaran IPS motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar tidak mungkin melakukan aktivitas belajar. Hal ini merupakan suatu pertanda, bahwa sesuatu yang akan dikerjakan itu tidak menyentuh kebutuhannya. Dari uraian di atas komponem motivasi terdiri dari kebutuhan, dorongan, dan tujuan yang tidak terpisahkan antara satu dengan yang lainnya. Ketiga komponen tersebutlah yang menyebabkan seseorang berbuat / bertingkah laku. Dengan demikian motivasi dapat disimpulkan sebagai factor pendorong dalam diri individu untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. Dorongan dalam dirinya timbul karena adanya kebutuhan yang harus dipenuhi. Karena itu beberapa ahli sering menyamakan antara kebutuhan dan motivasi.
                    Di kelas akan ditemukan adanya reaksi siswa yang berbeda terhadap tugas dan materi pelajaran yang diberikan oleh orang tua mereka. Ada sebagian anak yang langsung tertarik dan menyenangi topic-topik pelajaran yang baru yang kita perkenalkan kepadanya, ada pula sebagian anak yang menerima dengan perasaan jengkel ataupun pasra dan ada lagi yang benar-benar menolak untuk belajar.
                    Terjadinya perbedaan reaksi ataupun aktivitas dalam belajar seperti yang digambarkan di atas dapat dijelaskan melalui pembahasan tentang perbedaan motivasi. Sebagaimana dikemukakan oleh Elida Prayitno (1989; 8) bahwa motivasi dalam belajar tidak saja merupakan suatu energy yang menggerakkan anak untuk belajar, tetapi juga suatu yang menggerakkan aqktivitas anak kepada tujuan belajar.
                    Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002; 85) menyatakan bahwa :
                    “Pentingnya motivasi bagi siswa adalah untuk :  a)  Menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses, dan hasil akhir. Contohnya setelah seseorang siswa membaca suatu bab buku bacaan, dibandingkan dengan temannya ia terdorong membaca lagi,  b)  Mengimformasikan tentang kekuatan usaha belajar, yang dibandingkan dengan teman sebayanya. Sebagai ilustrasi, jika terbukti usaha belajar seseorang siswa belum memadai, maka ia berusaha setekun temannya yang belajar dan berhasil,  c)  Mengarahkan kegiatan belajar, sebagai ilustrasi, setelah ia ketahui bahwa dirinya belum belajar secara serius, terbukti banyak bersenda gurau misalnya, maka ia akan merubah perilaku belajarnya,  d)  Membesarkan semangat belajar, sebagai ilustrasi, jika ia telah menghabiskan dana belajar dan masih ada adik yang mau dibiayai orang tuanya, maka ia akan berusaha cepat lulus, dan  e)  Menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar dan kemudian bekerja (disela-selanya adanya istirahat dan bermain) yang berkesinambungan. Individu dilatih untuk menggunakan kekuatannya sedemikian rupa sehingga dapat berhasil. Sebagai ilustrasi, setiap hari siswa diharapkan untuk belajar di rumah, membantu pekerjaan orang tua, dan bermain dengan teman sebaya, apa yang dilakukan diharapkan dapat berhasil memuaskan.
                    Motivasi belajar adalah factor psikis yang bersipat non intelektual, dan peranan yang khas, yaitu menumbuhkan gairah, merasa senang, dan semangat dalam belajar, yang pada gilirannya dapat meningkatkan perolehan belajar, Sardiman (2004; 45).  Dari pendapat tentang motivasi belajar di atas maka peneliti menyimpulkan bahawa motivasi belajar adalah kondisi psikis yang menumbuhkan gairah, merasa senang, dan semangat dalam belajar, yang pada gilirannya dapat meningkatkan perolehan belajar.
    Siswa yang memiliki motiivasi belajar, tentunya melakukan aktivitas yang menunjukkan cirri-ciri motivasi belajar. Anderson (dalam Elida Prayitno, 1989; 10) mengemukakan bahwa motivasi dalam belajar dapat dilihat dari karakteristik tingkah laku anak yang menyangkut minat, ketajaman perhatian, konsentrasi, dan ketekunan. Anak yang memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar menampakkan minat yang besar dan perhatian yang penuh terhadap tugas-tugas belajar. Mereka memusatkan sebanyak mungkin energy fisik maupun psikis terhadap kegiatan, tanpa mengenal perasaan bosan, apalagi menyerah.
    Alex Sobur (2003; 188) mengemukakan cirri-ciri motivasi belajar yaitu :
a.   Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang lama, tidak berhenti sebelum selesai).
b.  Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa).
c.   Tidak memerlukan dorongan untuk berprestasi.
d.  Ingin mendalami bahan / bidang pengetahuan yang diberikan.
e.  Selalu berusaha untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasinya).
f.    Menunjukkan minat terhadap macam-macam masalah.
g.   Senang dan rajin belajar, penuh semangat dan tidak cepat bosan dengan tugas-tugas rutin.
h.  Dapat mempertahankan pendapat-pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu, tidak mudah melepaskan hal yang diyakini tersebut).
i.         Mengejar tujuan-tujuan jangka panjang (dapat menunda pemuasan kebutuhan sesaat yang ingin dicapai kemudian).
j.        Senang mencari dan memecahkan soal-soal.

              Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi ditunjukkan  oleh perilaku aktivitas-aktivitas positif yang menunjang tercapainya tujuan belajar. Sehubungan dengan penelitian ini, maka secara operasional siwa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi ditunjukkan oleh indicator :  1)  Belajar dengan sungguh-sungguh dalam kelompok,  2)  Sering mengajukan pendapat dalam diskusi kelompok,  3)  Sering bertanya untuk memahami materi pada LKS,  4)  Berusaha mempertahankan pendapat yang telah diajukan,  5)  Sering ingin menjadi wakil dari kelompoknya untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas.
3.        Hasil Belajar
                Belajar dan hasil belajar memiliki hubungan timbal balik yang sangat erat. (Dimyati, 2002; 34) mengemukakan bahwa belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku, dan keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar. Hasil yang akan dicapai melalui proses belajarmerupakan tujuan dari pembelajaran yang mencakup tiga ranah yaitu :  1)  Kognitif,  2)  Afektif, dan  3)  Psikomotor. Akibat dari belajar adalah kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor makin bertambah.
                Paul Suparno dalam Sardiman (2004; 38) mengemukakan bahwa ada beberapa ciri atau prinsip dalam belajara yang dijelaskan sebagai berikut :  a)  Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami,  b)  Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus,  c)  Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian nyang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, tetapi perkembangan itu sendiri,  d)  Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya,  e)  Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui, si subjek belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari.
                Winkel (1996; 111) mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu aktivitas mental / psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan sikap nilai.
                Sudjana  (2005; 111) mengemukakan bahwa hasil yang diperoleh dari penilaian dinyatakan dalam bentuk hasil belajar. Tu’u  (2004; 75) menyatakan prestasi belajar adalah hasil belajar yang dicapai siswa ketika mengikuti dan mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran di sekolah dan merumuskan prestasi belajar sebagai berikut :  a)  Prestasi belajar siswa adalah hasil belajar yang dicapai siswa ketika mengikuti dan mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran di sekolah,  b) Prestasi belajar siswa tersebut terutama dinilai aspek kognitifnya karena yang bersangkutan dengan kemampuan siswa dalam pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi,  c)  Prestasi belajar siswa dibuktikan dan ditunjukkan melalui nilai  dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru terhadap tugas siswa dan ulangan- ulangan atau ujian yang ditempuhnya.
                Berikut dikemukakan unsur-unsur yang terdapat dalam ketiga aspek hasil belajar, yaitu :
1.     Hasil Belajar Kognitif
Hasil belajar kognitif terdiri dari pengetahuan hafalan (Knowledge), pemahaman (Comprehention), penerapan (Aplikasi), Analisis, Sintesis, dan Evaluasi.
2.     Hasil Belajar Afektif
 Afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan, bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bilah seseorang telah menguasai bidang kognitif tingkat tinggi. Hasil belajar bidang afektif kurang mendapat perhatian dari guru. Para guru lebih banyak member tekanan pada bidang kognitif semata-mata. Tife hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti atens / perhatian terhadap pelajaran , disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan lain-lain.

3.     Hasil Belajar Psikomotor
Hasil belajar psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan ( skill), kemampuan bertindak individu ( seseorang). Seseorang yang telah menguasai tingkat kognitif maka prilaku orang tersebut sudah diramalkan Carl Roges (Nana Sudjana, 2005; 54).
                Berdasarkan uraian di atas,dapat penulis simpulkan bahwa hasil belajar adalah kompetensi yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya dalam bentuk angka-angka atau skor dan hasil tes setelah proses pembelajaran. Hasil belajar IPS dalam penelitian ini adalah kompetensi yang dicapai atau dimiliki siswa dalam bentuk angka-angka atau skor dari hasil tes setelah mengikuti proses pembelajaran IPS dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT.

4.       Hubungan Model Pembelajaran Tipe TGT dengan Motivasi dan Hasil Belajar                                                                                                                                                Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya oleh Slavin (2008;12) bahwa salah satu kelebihan tipe STAD adalah menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan balajar dari siswa yang lain .Dengan tipe STAD juga dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan idea tau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dangan ide-ide orang lain .      
              Melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.  Mereka bekerja dengan teman-teman sekelompok, coba menilai kekuatan dan kelemahan mereka sendiri sehingga dapat membantu mereka untuk berhasil baik dalam kuis. Melalui pembelajaran ini akan meningkatkan proses pembelajaran dan akan meningkatkan motivasi belajar tiap siswa dengan adanya motivasi siswa untuk menemukan jawaban serta selalu berusaha memecahkan masalah secara sendiri, maka siswa akan menemukan makna dari materi yang disampaikan guru, siswa dapat menempatkan dirinya sebagai pencari ilmu sejati, maka tidak mustahil  dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.  
              Meningkatkannya  motivasi  belajar  siswa  akan  sangat  mempengaruhi hasil belajar siswa . Karna dengan adanya motivasi belajar siswa , siswa akan bersungguh-sungguh untuk mengetahui, belajar, atau keingintahuan yang  tinggi . Dengan demikian siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi akan sangat mendukung tercapainya hasil belajar yang baik pula . Sebagaimana dikemukakan oleh Sardiman (2004;45) bahwa motivasibelajar adalah factor psikis yang bersifat non itelektual , dan peranannya yang khas yaitu menumbuhkan gairah, merasa senang, dan semangat dalam belajar, yang pada gilirannya dapat meningkatkan perolehan belajar.
B.             Hasil Penelitian yang Relevan
           Abdul Aziz (2008) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa pembelajaran dengan kooperatif Tife TGT menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri I Mandah Kabupaten Indragiri Hilir Propinsi Riau, hasil belajar siswa secara klasikal mencapai 86,67% siswa memiliki nilai ketuntasan individu > 75.
C.           Kerangka Berpikir
         Tife TGT adalah suatu bentuk pembelajaran kooperatif yang aederhana. Dalam TGT, siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 4 atau 5 orang dari berbagai kemampuan, jenis kelamin, dan etnis. Dalam prakteknya guru menyajikan pelajaran dan kemudian siswa belajar dalam kelompok untuk memastikan bahwa setiap anggota kelompok telah menguasai materi. Penerapan pembelajaran kooperatif tife Turnament Game Team (TGT) lebih mementingkan sikapdan proses dari pada prinsip, yaitu sikap dan proses partisipasi dalam rangka mengembangkan potensi kognitif, afektif, dan psikomotor siswa. Keunggulan lain dari tife Turnament Game Team (TGT) ini adalah : 1)  Siswa lebih mampu mendengar, menerima, dan menghormati orang lain,  2)  Siswa dapat mengidentifikasi perasaannya dan juga perasaan orang lain, dan 3)  Siswa dapat menerima pengalaman dan dimengerti oleh orang lain.
              Siswa bekerjasama setelah guru menyajikan bahar ajar. Mereka dapat bekerja secara berpasangan dan saling membandingkan jawaban, membahas setiap perbedaan, dan salaaming tolong menolong manakala terdapat kesalahan pengertian (mis understanding). Mereka dapat membahas strategi atau pendekatan yang digunakan dalam menyelesaikan masalah, atau mereka dapat saling mengajukan soal atau kuis mengenai materi yang sedang mereka pelajari. Mereka bekerja dengan teman-teman sekelompok, mereka dapat menilai kekuatan dan kelemahan mereka sendiri sehingga dapat membantu mereka dalam belajar. Berdasarkan pemikiran di atas, maka peneliti berargumen bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tife Turnament Game Team (TGT) dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPS siswa.
              Kerangka berpikir mengenai keterkaitan antara model pembelajaran kooperatif tife dengan peningkatan motivasi dan hasil belajar dapat dilihat pada bagan berikut :
                                                                             
D.          Hipotesis Tindakan
      Berdasarkan uraian di atas yang menjadi hipotesis tindakan adalah sebagai berikut :
1.          Model pembelajaran kooperatif tife TGT dapat meningkatkan    motivasi belajar IPS siswa kelas VI, SD Negeri 021 Keritang Kabupaten Indragiri Hilir
2.          Model Pembelajaran kooperatif tife TGT dapat meningkatkan hasil   belajar IPS siswa kelas VI, SD Negeri 021 Keritang Kabupaten Indragiri Hilir
     




BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.             Jenis Penelitian
            Jenis penelitian yang digunakan adalah tindakan kelas (action research). Menurut Arikunto (2006; 16) Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan di kelas dengan tujuan memperbaiki atau meningkatkan mutu praktik pembelajaran. Tindakan kelas yang diberikan  pada penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran kooperatif learning tife TGT dalam rangka meningkatkan motivasi dan hasil belajar  IPS siswa kelas VI.

B.    Lokasi dan Subjek Penelitian
                  Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 021 Keritang Kabupaten Indragiri Hilir. Subjek penelitian adalah siswa kelas VI, SD Negeri 021 Keritang Kabupaten Indragiri Hilir semester genap Tahun Ajaran 2011 / 2012. Jumlah siswa sebanyak 40 orang siswa yang terdiri 18 orang siswa laki-laki, dan 22 orang siswa perempuan.

C.     Definisi Operasional

            Agar tidak terjadi perbedaan persepsi terhadap istilah-istilah kuncin yang digunakan    dalam penelitian ini, maka dikemukakan definisi operasional dari istilah-istilah tersebut sebagai berikut :
1.    Model pembelajaran kooperatif tife TGT adalah model pembelajaran yang menekankan pada proses kerjasama dalam suatu kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 orang siswa tiap kelompoknya untuk mempelajari suatu materi akademik yang spesifik sampai tuntas, yang ditunjukkan oleh indicator :  1)  Guru menyajikan materi secara ringkas,  2)  Guru membagi kelompok belajar secara heterogen,  3)  Guru memberikan tugas secara individu,  4)  Guru membimbing diskusi kelompok,  5)  Guru memerintahkan salah satu kelompok diskusi untuk menampilkan hasil diskusinya,  6)  Guru memberikan pertanyaan kepada individu pada seluruh kelas,  7)  Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan tanggapan atas jawaban temannya,  8)  Guru memberikan penguatan dan mengajak siswa menyimpulkan materi pelajaran secara bersama-sama, dan  9)  Guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran melakukan pengamatan atau  observasi terhadap: Aktivitas siswa , kemajuan belajar siswa, dan tingkah laku siswa dalam belajar.
2.       Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor yang diperoleh siswa setelah proses pembelajaran berlangsung yang diambil dari hasil tes kompetensi siswa. Tes yang dimaksud adalah tes kognitif dengan soal essay tentang kompetensi siswa.
3.       Motivasi belajar siswa dalam penelitian ini akan dilihat dari indikator:  1)  Belajar dengan sungguh-sungguh dalam kelompok,  2)  Sering mengajukan pendapat dalam diskusi kelompok,  3)  Sering bertanya untuk memahami materi pada LKS,  4)  Berusaha untuk mempertahankan pendapat yang telah diajukan,  5)  Sering ingin menjadi wakil dari kelompoknya untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas.
                
D.                Siklus Penelitian
           Sesuai dengan jenis penelitian ini , yaitu penelitian tindakan kelas, maka siklus penelitian tindakan kelas yang dilakukan adalah model siklus yang dikembangkan oleh Kemmis. Menurut Kemmis yang dikutip Wardani (2002; 2.2) penelitian tindakan kelas dipandang sebagai suatu siklus yang mempunyai empat komponen yaitu: Penyusunan rencana, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Keempat komponen tersebut merupakan unsur untuk membentuk sebuah siklus, yaitu satu putaran kegiatan beruntun yang kembali ke langkah semula. Jadi, bentuk penelitian tindakan kelas tidak pernah merupakan tindakan tunggal, tetapi selalu harus berupa rangkaian kegiatan yang kembali ke asal, yaitu dalam bentuk siklus (Arikunto, 2006; 16).
              Menurut Arikunto (2006; 16): “Lamanya satu siklus berlangsung dan beberapa kali pertemuan peneliti diizinkan mengadakan refleksi agar terjadi satu siklus kurang tepat diberikan karena jangka waktu pelaksanaan pembelajaran sifatnya relative”. Jangka waktu untuk satu siklus tergantung dari materi yang dilaksanakan dengan cara tertentu. Refleksi dapat dilakukan apabila peneliti merasa sudah mendapat pengalaman, dalam arti sudah memperoleh informasi yang perlu untuk memperbaiki denga cara yang telah dicoba.
              Dalam penelitian tindakan kelas ini peneliti merencanakan dua siklus. Siklus pertama diawali dengan refleksi awal karena peneliti telah memiliki seperangkat data yang dapat dijadikan dasar untuk merumuskan tema penelitian yang selanjutnya diikuti perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan / observasi, dan refleksi untuk dilanjutkan ke siklus berikutnya. Siklus penelitian akan dilaksanakan dapat digambarkan sebagain berikut.

     Perencanaan

Refleksi
Pelaksanaaan
SIKLUS I
 
Pengamatan


Perencanaan

Pelaksanaaan
 
Refleksi
SIKLUS II
                                                                                                                                     
Pengamatan
?

Gambar 2. Siklus PTK
1.     Perencanaan
           Dalam kegiatan perencanaan tindakan termasuk revisi dan perubahan pelaksanaan tambahan yang dilakukan dalam proses pembelajaran yang sebelumnya tidak diduga, namun kendala-kendala yang  dirasakan sebelumnya belum ada. Perencanaan juga disusundan dipilih atas dasar pertimbangan kemungkinan untuk diberikan atau dilaksanakan secara efektif dan situasional. Sifat dari perencanaan ini adalah sementara yang dapat dirubah sesuai dengan yang dirasakan . Kegiatan perencanaan meliputi :  Merancang perangkat pembelajaran yang terdiri dari silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), lembar kerja siswa (LKS), memilih buku pegangan siswa, dan merancang instrument antara lain : Membuat format lembar observasi aktivitas guru dan siswa, angket motivasi belajar siswa, dan menetapkan jadwal pelaksanaan. Berikut akan dsiuraikan kegiatan perencanaan ini :
a.  Mengkaji silabus mata pelajaran IPS kelas VI, SD.
                Peneliti perlu mengkaji terlebih dahulu silabus mata pelajaran IPS kelas VI sebelum pembelajaran dimulai. Pengkajian dilakukan terhadap materi pembelajaran, alokasi waktu, dan indicator yang diharapkan dikuasai siiswa serta Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
b.  Memilih buku pegangan siswa
                Buku teks yang dipilih untuk mendukung pembelajaran IPS SD kelas VI, Erlangga, 2006.
c.   Merancang Instrumen
                Intrumen yang umum dipakai adalah (a) soal tes, kuis,  (b)  lembar observasi dan catatan lapangan. Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah :
1.       Lembar observasi motivasi belajar.
2.       Kuis
3.       Tes hasil belajar.
d.               Memberi informasi tentang kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tife TGT.
                     Sebelum  memulai penelitian , guru memberi informasi tentang kegiatan pembelajaran kooperatif tife TGT agar sebelum pelaksanaan proses pembelajaran siswa sudah mengetahui tahapan-tahapan aktivitas pembelajaran yang dilakukan.
Pada tahap pemberian informasi yang harus disiapkan adalah materi yang akan diajarkan, membentuk kelompok belajar yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tife TGT dimulai dengan pendahuluan, menjelaskan materi, dan latihan terbimbing. Diakhir pertemuan guru dan siswa membuat kesimpulan mengenai materi yang dibahas. Untuk mendapatkan nilai perkembangan individu maka dilakukan kuis yang dikerjakan secara individu.
e.     Pembentukan kelompok
                      Pembentukan kelompok dilakukan dengan mula-mula menentukan rangking untuk setiap siswa dan kelompok yang dibentuk merupakan kelompok heterogen.
f.       Pelaksanaan
                       Pada tahap ini peneliti melaksanakan tindakan berdasarkan perencanaan yang telah disusun mengacu pada sintaks pembelajaran kooperatif. Sebelum pembelajaran dimulai siswa diminta duduk sesuai dengan pembagian kelompoknya, guru kemudian menyampaikan materi pembuka. Penyampaian materi ini disampaikan guru pada setiap kali pertemuan, sehingga siswa memperoleh pengetahuan dasar atau penjelasan konsep-konsep sulit.
              Guru menjelaskan langkah-langkah kegiatan pembelajaran kooperatif tife TGT, selanjutnya siswa melaksanakan kegiatan tersebut, setelah itu siswa mengerjakan lembaran kegiatan siswa dengan teman sekelompoknya. Selama siswa bekerja dalam kelompoknya, aktivitas guru adalah fasilisator, mengontrol waktu, memonitor kegiatan siswa, mengamati siswa dan mengarahkan siswa apabila ada kelompok yang mengalami kesulitan. Apabila ada siswa yang mengalami kesulitan dalam pemahaman materi dan bertanya pada guru. Guru berusaha mengarahkan dulu kepada teman sekelompoknya. Apabila dalam kelompok tidak diperoleh jawaban yang memuaskan, barulah guru menjawab dan meluruskan pemahaman siswa. Guru dan teman sejawat yang bertugas sebagai observer mengamati  dan mengisi lembar observasi perilaku siswa dalam kelompoknya pada siklus I.
                              Kegiatan akhir dalam pembelajaran adalah guru membuat kesimpulan mengenai materi bahasan yang telah dipelajari pada hari itu. Untuk mendapatkan nilai perkembangan individu siswa dilakukan kuis. Selanjutnya guru memberikan pekerjaan rumah sebagai latihan di rumah. Tugas rumah ini akan dipresentasikan oleh kelompok yang mendapat undian di depan kelas pada pertemuan selanjutnya. Presentasi penyelesaian tugas ini, mulai dilakukan pada pertemuan kedua. Setelah berakhirnya siklus pada pertemuan selanjutnya dilakukan tes hasil belajar.
g.         Pengamatan
                              Pengamatan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan yang dilakukan oleh observer dengan menggunakan lembar observasi. Pengamatan dilakukan terhadap aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi. Observasi dilakukan pada tiap kali pertemuan. Sebelum dilakukan observasi peneliti menjelaskan kepada observer mengenai mekanisme pelaksanaan pembelajaran kooperatif tife TGT dan terlebih dahulu melakukan diskusi mengenai apa yang akan diobservasi nantinya.


h.         Refleksi
           Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dijadikan sebagai bahan kajian pada kegiatan refleksi. Hasil analisis dari refleksi ini disajikan sebagai bahan untuk membuat rencana tindakan baru pada siklus berikutnya.
E.         Instrumen Penelitian
                 Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.         Tes
              Digunakan untuk melihat tingkat pencapaian keberhasilan belajar siswa dan tingkat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang telah dipelajari. Tes yang diberikan berbentuk uraian yang diberikan setelah selesai pokok bahasan atau di akhir siklus. Instrumen tes hasil belajar disusun berdasarkan kompetensi dasar dari materi yang diteliti. Penskoran tes uraian berdasarkan alternative jawaban dari soal evaluasi yang diberikan.

2.      Lembar Observasi Aktivitas Guru dan Siswa
           Sewaktu peneliti terlibat dalam proses pembelajaran diperlukan observer untuk mengamati aktivitas guru dan siswa. Ini diperlukan juga sebagai validasi terhadap pengamatan peneliti ke siswa dan tindakan yang dilakukan guru. Untuk itu diperlukan lembaran untuk memandu teman sejawat mengamati aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran. Lembar observasi yang disediakan berupa lembar observasi terfokus.

3.            Lembar Observasi Motivasi Belajar
              Lembar observasi motivasi belajar siswa disusun berdasarkan indicator motivasi belajar.
F.           Teknik Pengumpul Data
                      Data yang diperoleh dari hasil penerapan model pembelajaran kooperatif tife TGT yang diberikan tiap siklus adalah hasil observasi pada saat prosese pembelajaran, observasi motivasi sebelum tindakan siklus I, Siklus II, dan nilai kuis yang diberikan pada setiap akhir pertemuan. Data selaqnjutnya diola dan dianilisa yang dapat digunakan sebelum bahan refleksi pada siklus berikutnya.

G.           Prosedur Pengolahan Data dan Teknik Analisis Data
                 Pada dasarnya pengolahan dan analisa data dilakukan selama proses penelitian berlangsung dan dilakukan secara terus menerus.

1.            Prosedur Pengolahan Data
           Fungsi data dalam penelitian tindakan kelas adalah sebagai landasan refleksi. Berdasarkan data tersebut peneliti melanjutkan ke siklus berikutnya. Data yang diperoleh dari pengamatan dan kuis dijadikan pedoman untuk memberikan tindakan pada siklus berikutnya.
2.            Teknik Analisis Data
           Analisis data diawali olem momen refleksi siklus penelitian. Teknik analisis data yang digunakan adalah :

a.     Hasil Belajar Siswa

Ketuntasan klasikal tercapai apabila 80% dari seluruh siswa meamperoleh nilai minimal 70 maka kelas itu dikatakan tuntas. Adapun rumus yang dipergunakan untuk meentukan ketuntasan klasikal sebagai berikut :
   (KTSP, 2006:382)
      KK           = Ketuntasan klasikal
      JT            = Jumlah siswa yang tuntas
      JS            = Jumlah siswa seluruhnya


b.     Rata–rata Motivasi Belajar Siswa yang Diamati
Hasil yang diperoleh guru dala melaksanakan kegiatan pembelajaran menggunakan ketentuan sebagai berikut :
        Depdiknas, (2004)
 Kriteria yang digunakan :                     
76% - 100% = Baik Sekali
56% - 75%                    = Baik
26% - 55%                    = Cukup
0% - 25%                      = Kurang
c.      Aktivitas Guru
Untuk melihat aktivitas guru dalam membina proses bealajar mengajar yang menggunakan 9 aktivitas, dapat dilihat dari lembar observasi yang menggunakan 5 alternatif jawaban dengan skor aktivitas belajar mengajar sebagai berikut :
·         Sangat Sempurna (SS)                  = 4
·         Sempurna (S)                                    = 3
·         Kurang Sempurna (KS)                  = 2
·         Tidak Sempurna (TS)                      = 1
·         Tidak Dilaksanakan                          = 0
Sehingga jumlah skor tertingi 10 x  4 = 40 dan skor terendah 10 x 0 = 0
Menentukan 5 klasifikasi tingkat kesempurnaan guru dalam menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT, dapat dihitung dengan cara :
1.       Menentukan jumlah klasifikasi yang diinginkan, yaitu 5 klasifikasi, cukup sempurna, kurang sempurna, dan tidak sempurna. yaitu sangat sempurna,  sempurna, sempurna
2.       Menentukan interval (I), yaitu :   = 8 
3.       Menentukan table klasifikasi standar pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT, yaitu :
Tabel 6. Interval dan Kategori Aktivitas Guru
Interval Skor
Kategori
               0         -         7
Tidak sempurna
 8         -       15
Kurang sempurna
               16        -       23
Cukup sempurna
               24        -       32
Sempurna
 33          -    40
Sangat sempurna

Lampiran I .  Data Hasil Belajar sebelum tindakan
No
Kode Siswa
Skor Dasar
Keterangan
1
Siswa  -  01
75
Tuntas
2
Siswa  -  02
70
Tuntas
3
Siswa  -  03
50
Tidak Tuntas
4
Siswa  -  04
65
Tuntas
5
Siswa  -  05
55
Tidak Tuntas
6
Siswa  -  06
80
Tuntas
7
Siswa  -  07
40
Tidak Tuntas
8
Siswa  -  08
75
Tuntas
9
Siswa  -  09
60
Tidak Tuntas
10
Siswa  -  10
65
Tuntas
11
Siswa  -  11
55
Tidak Tuntas
12
Siswa  -  12
70
Tuntas
13
Siswa  -  13
90
Tuntas
14
Siswa  -  14
50
Tidak Tuntas
15
Siswa  -  15
60
Tidak Tuntas
16
Siswa  -  16
40
Tidak Tuntas
17
Siswa  -  17
85
Tuntas
18
Siswa  -  18
80
Tuntas
19
Siswa  -  19
60
Tidak Tuntas
20
Siswa  -  20
55
Tidak Tuntas
21
Siswa  -  21
70
Tuntas
22
Siswa  -  22
60
Tidak Tuntas
23
Siswa  -  23
50
Tidak Tuntas
24
Siswa  -  24
55
Tidak Tuntas
25
Siswa  -  25
75
Tuntas
26
Siswa  -  26
50
Tidak Tuntas
27
Siswa  -  27
75
Tuntas
28
Siswa  -  28
60
Tidak Tuntas
29
Siswa  -  29
60
Tidak Tuntas
30
Siswa  -  30
80
Tuntas
31
Siswa  -  31
40
Tidak Tuntas
32
Siswa  -  32
70
Tuntas
33
Siswa  -  33
50
Tidak Tuntas
34
Siswa  -  35
60
Tidak Tuntas
35
Siswa  -  36
65
Tuntas
36
Siswa  -  37
75
Tuntas
37
Siswa  -  38
55
Tidak Tuntas
38
Siswa  -  39
65
Tuntas
39
Siswa  -  40
60
Tidak Tuntas
40
Siswa  -  32
70
Tuntas

Rata-rata
63,125
Tidak Tuntas


Tidak ada komentar:

Posting Komentar