PROPOSAL PENELITIAN TP
PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN
CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP HASIL
BELAJAR MATA PELAJARAN IPS PADA SISWA KELAS VI SDN 021 PENGALIHAN KECAMATAN
KERITANG KAB. INDRAGIRI HILIR
DOSEN PENGAMPU :
Dr. INDRATI
KUSUMANINGRUM, M.Pd
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam
menghadapi era globalisasi dan perkembangan zaman saat sekarang ini maka
tuntutan akan pengembangan sistem pendidikan nasional harus mengacuh pada
kebutuhan, serta dapat dilaksanakan secara baik dan menyeluruh dalam berbagai aspek
kebutuhan dari setiap tingkat dan jenjang pendidikan. Untuk menjawab tantangan zaman
tersebut dituntut kerja keras dan tanggung jawab dari semua pihak yang terkait
dalam pengembangan sistem pendidikan nasional. Pada bidang pendidikan banyak hal-hal yang
harus diperhatikan, mulai dari kurikulum pembelajaran serta perangkatnya,
pasilitas pendidikan, sarana dan prasarana pendidikan, media, dan teknik-teknik
pembelajaran yang disenangi dan mudah dipahami oleh siswa. Untuk itu sangat
diharapkan fungsi profesionalisme tenaga pendidik agar dapat mengupayakan
pendidikan yang bermutu.
Pendidikan berintikan
interaksi antara pendidik dengan pesertadidik dalam upaya membantu peserta
didik menguasai tujuan-tujuan pendidikan. Pembelajaran Pada dasarnya merupakan
upaya pendidik untuk membantu peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar.
Tujuan pembelajaran adalah terwujutnya efisiensi dan efektivitas kegiatan
belajar yang dilakukan peserta didik.
Peserta didik adalah salah
satu komponen pendidikan yang menempati posisi sentral dalam proses belajar
mengajar. Di dalam proses belajar mengajar, siswa sebagai pihak yang ingin
meraih cita-cita, memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara
optimal. Siswa atau peserta didik akan menjadi faktor penentu, sehingga
menuntut dan mempengaruhi segala sesuatu yang diperlukan untuk mencapai tujuan
belajarnya. Jadi dalam proses belajar mengajar yang diperhatikan pertama kali
adalah siswa atau peserta didik, bagaimana keadaan dan kemampuannya, baru
setelah itu menentukan komponen-komponen yang lain. Apa bahan yang diperlukan,
bagaimana cara yang tepat untuk bertindak,
alat dan fasilitas apa yang cocok dan mendukung, semua itu harus disesuaikan
dengan keadaan / karakteristik siswa. Itulah sebabnya siswa atau peserta didik merupakan
subjek belajar.
Permasalahan yang berkaitan
dengan hasil belajar siswa di kelas, guru harus jeli dan bisa mencari jalan
keluarnya, tidak boleh dibiarkan berlarut-larut dialami oleh siswa. Karena
akibatnya akan patal dan menghambat perkembangan intelektual siswa dalam proses
pembelajaran. Jalan keluar, dalam mengatasi masalah belajar siswa adalah guru
harus mampu menerapkan strategi baru yang mudah dipelajari, dipahami, dan
disenangi oleh siswa. Strategi baru yang akan diterapkan disini adalah penggunaan
teknik-teknik pembelajaran kooperatve learning yaitu Turnamen Game Team (TGT)
pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) kelas VI (enam) SD, karena teknik-teknik
pembelajaran kooperatif Turnamen Game Team (TGT) dianggap mudah dipelajari dan
bisa dipergunakan untuk semua usia anak didik.
Pendekatan pembelajaran
tradisional yang diterapkan selama ini cenderung kurang memperhatikan potensi
yang dimiliki oleh siswa atau peserta didik. Kalaulah kita perhatikan, ketika
anak belajar di TK, anak-anak begitu antusias, gembira, dan alami. Sifat
keingintahuan mereka sangat tinggi, mereka bertanya dan ingin mencoba segala
hal yang baru dilihatnya. Namun semangat belajar mereka menurun seiring dengan
meningkatnya jenjang pendidikan mereka. Terlebih pada saat mereka di perguruan tinggi, mereka menjadi lebih
pendiam bahkan cenderung menjadi pasif. Termasuk dalam permasalahan pada
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). IPS memiliki peran yang penting
dalam kehidupan umat manusia. IPS menjadi pembantu dalam upaya mewujudkan suatu
kehidupan yang bermakna, damai bermartabat. Menyadari betapa pentingnya peran
IPS dalam kehidupan umat manusia, maka sangat penting pula bagi siswa untuk
memahami nilai-nilai IPS.
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
termasuk komponen utama mata pelajaran dalam pendidikan, tidak hanya menyajikan
pengetahuan sosial semata-mata, melainkan juga membina siswa menjadi warga
masyarakat dan warga Negara yang memiliki tanggung jawab. Maka pokok bahasan yang
disajikan, tidak hanya terbatas pada materi yang bersifat pengetahuan melainkan
juga meliputi nilai-nilai yang wajib melekat pada diri siswa sebagai warga
masyarakat dan warga Negara.
Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran utama yang
diberikan mulai dari jenjang Pendidikan Dasar, Menengah, dan bahkan sampai ke perguruan tinggi. IPS
merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di sekolah yang mengkaji
berbagai peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan
masalah sosial. Melalui mata pelajaran IPS, siswa diarahkan untuk dapat menjadi
warga negara Indonesia yang demokratis, patriotis, bertanggung jawab, dan
menjadi warga dunia yang cinta damai sebagaimana yang telah dirumuskan dalam
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003.
Berdasarkan
pengamatan dan pengalaman peneliti sebagai guru IPS di kelas VI, menunjukkan
bahwa motivasi dan hasil belajar IPS siswa masih tergolong rendah. Hal ini
terlihat dari gejala antara lain :
1) Dari 40 0rang siswa, hanya 19 orang siswa yang
mencapai nilai criteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu
65 (data terlampir), 2) Kurangnya
keinginan siswa untuk mengajukan pertanyaan atau mengemukakan pendapatnya dalam
proses pembelajaran di kelas, dari 40 orang siswa hanya beberapa orang saja
yang bertanya, bahkan siswa yang sering bertanya siswa itu-itu saja, 3)
Kurangnya kemampuan siswa dalam menguasai materi pembelajaran, hal ini
terlihat dari hasil evaluasi yang dilaksanakan pada akhir pembelajaran, dari 40
siswa hanya 15 orang yang dapat mengerjakan dengan cepat dan benar, 4) Kurangnya perhatian siswa terhadap materi
yang disampaikan oleh guru, hal ini terlihat dari adanya sebagian siswa yang
sering ribut atau bercerita dengan teman sebangku ketika guru menjelaskan materi
pembelajaran di kelas.
Untuk
memperoleh hasil belajar yang diinginkan dalam pembelajaran IPS diperlukan
pendekatan atau model pembelajaran yang dapat mengoptimalkan proses
pembelajaran sehingga siswa benar-benar belajar dan memaknai pembelajarannya.
Model pembelajaran yang digunakan guru selama ini jarang melibatkan pengetahuan
dan pengalaman yang telah dimiliki oleh siswa. Guru sudah berusaha semampunya
untuk menggunakan model pembelajaran yang belum perna dilakukannya seperti
membentuk kelompok belajar. Pada proses pembelajaran kelompok ini siswa belum
dapat bekerja sama dengan baik dalam
kelompoknya khususnya bagi siswa yang berkemampuan rendah. Siswa yang
berkemampuan tinggi tetap tidak mau mengajarkan temannya yang berkemampuan
rendah. Sehingga hasil belajar yang baik hanya diperoleh oleh siswa yang
berkemampuan tinggi. Seharusnya, dalam pembelajaran kooperatif, setiap anggota
kelompok harus saling membantu, yang cepat harus membantu yang lemah. Selain
itu, siswa masih ditempatkan sebagai objek, dalam belajar guru masih
ditempatkan sebagai subjek, atau guru masih ditempatkan sebagai sumber belajar,
guru kurang memotivasi siswa dalam belajar. Keadaan situasi belajar seperti ini
sedikit banyaknya akan berpengaruh pada hasil belajar siswa.
Memperhatikan masalah di atas
peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran kooperatif yang melibatkan
seluruh siswa dengan mengimplementasikan keterampilan kerja kelompok dalam
pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu strategi dalam
pembelajaran yang mendorong siswa aktif bertukar pikiran sesame temannya dalam
memahami suatu topic pelajaran. Dalam kelompok kooperatif siswa belajar
bersama, saling membantu, dan berdiskusi, serta bersama-sama dalam
menyelesaikan suatu kegiatan belajar. Siswa selalu berusaha hadir dalam kelas
secara teratur, berusaha keras untuk membantu dan mendorong semangat
teman-teman sekelompoknya untuk sama-sama berhasil. Dengan demikian
pembelajaran kooperatif dapat memacu semangat siswa saling membantu dalam
memecahkan masalah dalam pembelajaran.
Salah satu usaha guru yang
dapat dilakukan adalah menerapkan strategi pembelajaran yang bertujuan mengaktifkan
siswa yaitu supaya siswa mau bertanya tentang materi yang sedang dipelajari
terlebih dahulu kepada teman sekelompoknya. Bersemangat untuk mengerjakan
latihan serta mempunyai rasa tanggung jawab dengan tugas dan kelompoknya. Maka
perluh digunakan pembelajaran kooperatif. Saat ini pembelajaran kooperatif
semakin berkembang. Salah satu pembelajaran kooperatif yang mudah dipelajari
dan bisa dipergunakan untuk semua usia anak didik adalah tife Turnamen Game Team (TGT).
Slavin (2008; 167) menyatakan bahwa Turnament Game
Team (TGT) dapat memberikan kesempatan kepada guru untuk menggunakan kompetisi
dalam suasana yang konstruktif / positif. Para siswa menyadari bahwa kompetisi merupakan sesuatu yang mereka
hadapi setiap saat, tetapi Turnament Game Team (TGT) memberikan mereka
peraturan dan strategi untuk bersaing sebagai individu setelah menerima bantuan
dari teman kelompok mereka. Mereka membangun ketergantungan atau kepercayaan
diri dalam tim asal mereka yang memberikan kesempatan kepada mereka untuk
merasa percaya diri ketika mereka bersaing dalam turnament.
Dengan
penerapan Turnament Game Team (TGT) akan meningkatkan daya saing siswa
sehingga suasana kelas akan menjadi lebih hidup. Artinya dengan Turnament Game
Team (TGT) timbul semangat setiap siswa untuk memperhatikan potensi yang
dimilikinya agar dapat memperoleh skor secara individu maupun untuk kelompoknya
masing-masing. Semangat yang ditimbulkan akan berpengaruhterhadap peningkatan
kemampuan siswa dalam menyerap meteri yang disampaikan guru, yang pada akhirnya
akan meningkatkan hasil belajar siswa.
Menyadari
permasalahan-permasalahan sebelumnya, peneliti ingin melakukan suatu penelitian
tindakan sebagai upaya dalam melakukan perbaikan terhadap pembelajaran dengan
judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Learning Turnament Game Team
(TGT) untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belar Siswa Kelas VI, SD Negeri 021
Keritang Kabupaten Indragiri Hilir.
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya hasil belajar siswa pada mata
pelajaran IPS antara lain disebabkan :
1.
Model pembelajaran kelompok yang diterapkan
guru selama ini belum mengikuti langkah-langkah pembelajaran kelompok
sebagaimana yang diterapkan para ahli yang melibatkan seluruh siswa. Sehinggah
siswa yang pintar dominan memilih anggota kelompoknya yang sama-sama pintar.
Hal ini menyebabkan tidak meratanya pembagian kelompok, atau kelompoknya belum
heterogen.
2.
Motivasi siswa dalam mengikuti proses
pembelajaran IPS masih rendah.
3.
Tidak terjadi persaingan antar siswa dalam
pembelajaran, karena yang aktif hanya siswa yang berkemampuan intelektual tinggi.
Sedangkan siswa yang kemampuannya rendah masih pasif.
4.
Siswa yang berkemampuan tinggi tidak peduli
dengan anggota kelompoknya, ia cenderung mengerjakan tugas kelompoknya sendiri
tanpa menghiraukan teman-temannya.
5.
Guru cenderung mengejar target penyampaian
materi pelajaran, sehinggah lebih banyak menggunakan metode ceramah dalam
proses pembelajaran yang membuat siswa pasif.
6.
Dalam kerja kelompok cenderung hanya
mengharapkan siswa yang pintar untuk bertanya dan menjawab pertanyaan dari
kelompok lain.
7.
Rendahnya hasil belajar siswa.
C.
Pembatasan Masalah
Berdasarkan
identifikasi masalah, penelitian ini hanya dibatasi pada penerapan model
pembelajaran kooperatif tife Turnamen Game Team (TGT) untuk meningkatkan
motivasi dan hasil belajar siswa kelas VI, SD Negeri 021 Keritang Kabupaten Indragiri
Hilir.
D.
Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah,
selanjutnya peneliti merumuskan permasalahan yang akan diteliti. Hal ini
berguna agar peneliti lebih terarah dam menuju sasaran yang diharapkan. Masalah
yang dirumuskan adalah sebagai berikut :
1.
Apakah penerapan model pembelajaran
kooperatif tife Turnamen Game Team(TGT) dapat meningkatkan motivasi belajar siswa
kelas VI, SD Negeri 021 Keritang Kabupaten Indragiri Hilir ?
2.
Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif
Turnamen Game Team (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI, SD
Negeri 021 Keritang Kabupaten Indragiri Hilir ?
E.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan
perumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk :
1.
Meningkatkan
motivasi belajar siswa kelas VI, SD Negeri 021 Keritang Kabupaten Indragiri Hilir,
melalui penerapan model pembelajaran kooperatif Turnamen Game Team (TGT).
2.
Meningkatkan
hasil belajar siswa kelas VI, SD Negeri 021 Keritang Kabupaten Indragiri Hilir,
melalui penerapan model pembelajaran kooperatif Turnamen Game Team (TGT).
F.
Manfaat Hasil Penelitian
Manfaat hasil
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Bagi penulis sendiri, sebagai peneliti sekaligus
guru mata pelajaran IPS di SD Negeri 021 Keritang Kabupaten Indragiri Hilir untuk
peningkatan dan pengembangan profesionalisme sebagai seorang guru mata
pelajaran IPS.
2.
Bagi siswa kelas VI, SD Negeri 021 Keritang
Kabupaten Indragiri Hilir sebagai subjek penelitian yang berimplikasi langsung
terhadap perbaikan atau peningkatan motivasi dan hasil belajar selama proses
pembelajaran IPS.
3.
Bagi
SD Negeri 021 Keritang Kabupaten Indragiri Hilir, sebagai salah satu masukan
dalam rangka memperbaiki proses pembelajaran dan meningkatkan mutu pembelajaran
terutama pada pembelajaran IPS.
4.
Guru
bidang studi IPS sebagai bahan masukan untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu
pelajaran IPS sehingga dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPS siswa.
5.
Sebagai pedoman atau landasan berpijak bagi
peneliti selanjutnya yang ingin meneliti tentang peningkatan motivasi dan hasil
belajar IPS dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik Turnamen Game Team (TGT) dengan memanfaatkan
temuan penelitian ini.
6.
Untuk pengembangan Ilmu Pengetahuan khususnya
pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Kajian Teoretis
1.
Model Pembelajaran Kooperatif
Secara
sistematis model pembelajaran kooperatif diartikan sebagai model pembelajaran
secara berkelompok atau bekerjasama. Slavin (2008; 8) pembelajaran kooperatif
adalah pembelajaran dimana siswa belajar secara berkelompok. Pada pembelajaran
ini ini siswa dikelompokkan. Tiap-tiap kelompok terdiri dari 4 atau 5 orang
siswa. Anggota kelompok harus heterogen menurut kemampuan intelektual, jenis
kelamin, suku, dan agama. Belajar dan bekerjasama secara kolaboratif, dengan
struktur kelompok yang heterogen.
Kunandar (2007; 337) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif
adalah pembelajaran yang secara sadar
dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh antar siswa untuk
menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan
permusuhan.
Sedangkan
Ibrahim, dkk (2000;6) ada 4
ciri-ciri modelpembelajaran kooperatif
yaitu :
1. siswa
bekerjasama dalam kelompok-kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya,
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang
berkemampuan akademik tinggi, sedang,
dan rendah,
3. Bilamana mungkin
anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda,
4. Penghargaan lebih
berorientasi kelompok ketimbang individu.
Dari
pendapat para ahli di atas penulis simpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan model pembelajaran yang dirancang agar siswa dapat menyelesaikan
tugas secara berkelompok. Pada pembelajaran kooperatif siswa diberi kesempatan
utuk bekerjasama dengan teman yang ada pada kelompoknya masing-masing. Dengan
demikian rasa setia kawan dan ingin maju bersama semakin tertanam pada diri
setiap siswa.
Ibrahim,
dkk (2000; 6) unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut
:
1.
Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan
bahwa mereka “sehidup sepenanggungan bersama “,
2.
Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu
dalam kelompoknya, seperti, milik mereka sendiri,
3.
Siswa
haruslah melihat bahwa semua anggota da dalam kelompokny, memiliki tujuan yang
sama,
4.
Siswa
haruslah membagi tugas dan bertanggung jawab yang sama diantara anggota
kelompoknya,
5.
Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan
hadiah / penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok,
6.
Siswa
berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama
selama proses belajarnya,
7.
Siswa akan diminta pertanggungjawabannya secara
individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Berdasarkan
pendapat di atas, dapat penulis simpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif
adalah suatu model pembelajaran yang bertujuan untuk mewujudkan kegiatan
belajar yang berpusat pada siswa, terutama untuk mengatasi permasalahan yang
ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa yang tidak dapat bekerja sama dengan
orang lain. Siswa yang agresif dan tidak peduli pada temannya. Ibrahim, dkk
(2000; 10) fase-fase pembelajaran kooperatif dapat dilihat pada table berikut :
Tabel 2. Sintaks Pembelajaran Kooperatif Ibrahim, dkk (2000;
10)
Fase
|
Tingkah Laku Guru
|
Fase -1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Fase -2
Menyajikan informasi
Fase -3
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Fase -4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Fase -5
Evaluasi
Fase -6
Memberikan penghargaan
|
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada
pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau
lewat bahan bacaan
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok
belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas mereka
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari
atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Guru memberikan hadiah / penghargaan kepada kelompok atau individu
yang berhasil dalam mengerjakan tugas kelompok atau tugas-tugas individu
|
Dari
pendapat di atas dapat penulis simpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan model pembelajaran yang dirancang agar siswa diberi kesempatan untuk bekerjasama
dengan teman kelompoknya. Dengan demikian rasa setia kawan dan ingin maju
bersama semakin tertanam pada setiap diri siswa.
Model
Pembelajaran Kooperatif Tife Turnament
Game Team (TGT)
Slavin (2008; 167) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif model
Turnamen Game Team (TGT) adalah salah satu tife atau model pembelajaran
kooperatif yang mudah diterapkan, dengan melibatkan aktifitas seluruh siswa
tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran serta siswa sebagai tutor
sebaya dan mengandung unsure permainan dan reinforcement.
Lebih lanjut Slavin (2008; 167)
menyatakan bahwa Turnament Game Team (TGT) dapat memberikan kesempatan kepada
guru untuk menggunakan kompetisi dalam suasana yang konstruktif / positif. Para
siswa menyadari bahwa kompetisi merupakan sesuatu yang mereka hadapi setiap
saat, tetapi Turnament Game Team (TGT) memberikan mereka peraturan dan strategi
untuk bersaing sebagai individu setelah menerima bantuan dari teman kelompok
mereka. Mereka membangun ketergantungan atau kepercayaan diri dalam tim asal
mereka yang memberikan kesempatan kepada mereka untuk merasa lebih percaya diri
ketika mereka bersaing dalam tournament.
Berdasarkan pendapat di atas
diketahui bahwa model pembelajaran tife Turnament Game Team (TGT) merupakan
salah satu bentuk pembelajaran berkelompok yang mampu meningkatkanprestasi
akademik siswa, saling membantu dan saling ketergantungan. Aktifitas belajar
dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model Turnament
Game Team (TGT) memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping
menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan siswa
dalam pembelajaran.
Slavin (2008; 170) mengemukakan
bahwa ada 5 komponen utama dalam Turnament Game Team (TGT) yaitu :
a. Penyajian
Kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas,
biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung dengan menggunakan metode ceramah,
dan diskusi yang dipimpin oleh guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus
benar-benar memperhatikan dan memahami
materi yang disampaikan oleh guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih
baik pada saat kerja kelompok, dan pada saat game karena skor
game menentukan skor kelompok.
b. Kelompok
atau Team
Kelompok biasanya terdiri dari 4 atau 5
orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis
kelamin, dan rasa tau etnis. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami
materi bersama teman kelompoknya, dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota
kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
c. Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan
yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian
kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana
bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang
sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat
skor. Skor ini yang nantinya akan dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
d. Turnament
Biasanya turnament dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit
setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok setelah selesai
mengerjakan lembar kerja. Pada turnament guru membagi siswa ke dalam beberapa
meja turnament. Biasanya tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada
meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II, dan seterusnya.
e. Team Recognize (penghargaan
kelompok)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang
menang, masing-masing tim akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila
rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditetukan. Tim mendapat julukan “Super
team” jika rata-rata skor atau lebih,
“Great Team” apabila rata-rata mencapai 40 – 45 dan “Good Team” apabila
rata-ratanya 30 – 40.
Berdasarkan pendapat di atas,
dapat dijelaskan bahwa pada prinsipnya ada 5 komponen utama dalam Turnament
Game Team, yaitu : Penyajian kelas, kelompok, game, tournament, dan penghargaan
kelompok. Kelima komponen tersebut menjadi cirri khas dalam pembelajaran
Turnament Game Team. Hal senada yang dijelaskan oleh Silbermen (2006; 171),
bahwa ada beberapa prosedur yang dapat diterapkan dalam Turnament Game Team
(TGT), yaitu sebagai berikut :
1.
Bagilah
siswa menjadi sejumlah tim yang beranggotakan 4 atau 5 orang siswa, sebaiknya
setiap kelompok atau tim memiliki jumlah anggota yang sama banyak.
2.
Berikan
materi kepada tim untuk dipelajari bersama.
3.
Buatlah
beberapa pertanyaan yang menguji pemahaman / pengingatan akan materi pelajaran.
Gunakan format yang memudahkan penilaian sendiri, misalnya pilihan ganda,
mengisi titik-titik, atau benar / salah.
4.
Berikan
sebagian pertanyaan kepada siswa. Sebutlah ini sebagai ronde pertama dari
tournament belajar (tiap siswa harus menjawab pertanyaan secara perseorangan).
5.
Setelah
pertanyaan diajukan. Sediakan jawabannya dan perintahkanlah siswa untuk
menghitung jumlah pertanyaan yang mereka jawab dengan benar. Selanjutnya
perintahkan mereka untuk menanyakan skor mereka dengan tiap anggota tim mereka
untuk mendapat skor tim. Umumkan skor untuk tiap tim.
6.
Perintahkanlah
mereka untuk belajar lagi untuk ronde kedua dalam tournament. Kemudian ajukan
pertanyaan tes lagi sebagai bagian dari ronde kedua. Perintahkan tim untuk
sekali lagi menggabungkan skor mereka dan menambahkannya ke skor mereka di
ronde pertama.
7.
Anda
bisa membuat ronde sebanyak yang anda mau, namun pastikan untuk memberikan
kesempatan tim untuk menjalani sesi belajar antara masing-masing ronde.
Berdasarkan beberapa
prosedur di atas dapat dijelaskan bahwa pembelajaran kooperatif model Turnament
Game Team (TGT) memiliki kelebihan dari metode pembelajaran yang lain seperti
metode ceramah, Tanya jawab dan sebagainya. Selanjutnya dapat disimpulkan
urgensi dari pembelajaran kooperatif model Turnament Game Team (TGT) antara
lain :`
a.
Dapat
melatih mental siswa dalam berkompetisi dengan teman yang lain dalam belajar.
b.
Secara
tidak langsung siswa dituntut untuk belajar lebih giat agar mampu menjawab
pertanyaan-pertanyaan baik dari guru maupun dari kelompok lain.
c.
Dengan
belajar kelompok siswa dapat menyelesaikan tugas belajar dengan mudah dan dapat
saling bertukar pendapat satu sama lain.
d.
Siswa
dapat saling tolong menolong dalam belajar.
Sehubungan
dengan penelitian ini, maka penerapan model pembelajaran tife Turnament Game
Team (TGT) akan berpedoman pada pendapat yang dikemukakan oleh Slavin yaitu
penyajian kelas, kelompok, game, tournament, dan penghargaan kelompok.
2. Hakikat Motivasi Belajar
Motivasi merupakan salah satu komponen yang amat penting dalam
pembelajaran dan merupakan sesuatu yang sulit diukur. Kemauan untuk belajar
merupakan hasil dari berbagai factor, yaitu kepribadian, kebiasaan, serta
karakteristik belajar siswa. Motivasi belajar secara etimologi berasal dari kata
motivasi dan belajar. Secara sederhana motivasi belajar dapat diartikan sebagai
dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan perbuatan belajar. Motivasi
belajar penting bagi siswa dan guru.
Sarlito Wirawan (1982; 64) menyatakan bahwa motif atau dalam bahasa
Inggrisnya “motive”, berasal dari kata”motion”, yang berarti gerakan atau
sesuatu yang bergerak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa suatu motif adalah
keadaan kejiwaan yang mendorong, mengaktifkan atau menggerakkan dan motif
itulah yangmengarahkan dan menyalurkan perilaku, sikap, dan tindak tanduk
seseorang yang selalu dikaitkan dengan pencapaian tujuan, baik tujuan
organisasi maupun tujuan pribadi masing-masing anggota organisasi.
David B. Guralnik dalam Moekijat (2002; 4) mengemukakan bahwa, “motif an inner drive,
impulse, etc. that causes one to act”. Motif adalah suatu perangsang dari
dalam, suatu gerak hati, dan sebagainya yang menyebabkan seseorang melakukan
sesuatu.
Di samping istilah “motif” dikenal pula
istilah motivasi. Motivasi merupakan istilah yang lebih umum, yang menunjuk
kepada seluruh proses gerakan itu, termasuk situasi mendorong, dorongan yang
timbul dari dalam diri individu, tingkah laku yang ditimbulkan dari situasi
tersebut dan tujuan atau akhir dari pada gerakan atau perubahan.
Moekijat (2002; 5)
mendefinisikan motivasi adalah factor yang mendorong orang untuk bertindak atau
berperilaku dengan cara tertentu, proses motivasi mencakup : Pengenalan dan
penilaian kebutuhan yang belum dipuaskan, penentuan tujuan yang akan memuaskan,
dan penentuan tindakan yang diperlukan untuk memuaskan tujuan.
Oemar Hamalik (2004; 158) mengemukakan bahwa ada dua prinsip yang dapat digunakan untuk
meninjau motivasi, yaitu : 1) Motivasi dipandang sebagai suatu proses.
Pengetahuan tentang proses ini akan membantu kita menjelaskan tingkah laku yang
kita amati dan untuk memperkirakan kelakuan-kelakuan lain pada seseorang. 2) Kita
menentukan karakter dari proses ini dengan melihat petunjuk-petunjuk yang dapat
dipercaya, dapat dilihat kegunaannya dalam memperkirakan dan menjelaskan
tingkah lakunya.
Menurut Mc. Donald
motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai
dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan.
Siagian (2005; 142) dari segi taksonomi, motivasi berasal
dari kata “movore” dalam bahasa latin, yang artinya bergerak. Berbagai hal yang
biasanya terkandung dalam berbagai definisi tentang motivasi antara lain adalah
keinginan, harapan, kebutuhan, tujuan,sasaran, dorongan, dan inisiatif.
Motivasi didefinisikan terdapat tiga komponen utamanya, yaitu kebutuhan,
dorongan, dan tujuan. Kebutuhan yang merupakan segi pertama dari motivasi,
timbul dalam diri seseorang apabila ia merasa adanya kekurangan dalam dirinya.
Dalam pengertian homeostatic, kebutuhan timbul atau diciptakan apabila
dirasakan adanya ketidak seimbangan aqntara apa yang dimiliki dengan apa yang
menurut persepsi yang bersangkutan seyogyanya dimilikinya, baik dalam arti
pisiologis maupun psikologis. Mc. Donald
dalam Sardiman (2004; 158) motivasi adalah perubahan energi dalam diri
seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling”
dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.
Dalam proses pembelajaran IPS motivasi
sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar
tidak mungkin melakukan aktivitas belajar. Hal ini merupakan suatu pertanda,
bahwa sesuatu yang akan dikerjakan itu tidak menyentuh kebutuhannya. Dari
uraian di atas komponem motivasi terdiri dari kebutuhan, dorongan, dan tujuan
yang tidak terpisahkan antara satu dengan yang lainnya. Ketiga komponen
tersebutlah yang menyebabkan seseorang berbuat / bertingkah laku. Dengan
demikian motivasi dapat disimpulkan sebagai factor pendorong dalam diri
individu untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. Dorongan dalam dirinya
timbul karena adanya kebutuhan yang harus dipenuhi. Karena itu beberapa ahli
sering menyamakan antara kebutuhan dan motivasi.
Di
kelas akan ditemukan adanya reaksi siswa yang berbeda terhadap tugas dan materi
pelajaran yang diberikan oleh orang tua mereka. Ada sebagian anak yang langsung
tertarik dan menyenangi topic-topik pelajaran yang baru yang kita perkenalkan
kepadanya, ada pula sebagian anak yang menerima dengan perasaan jengkel ataupun
pasra dan ada lagi yang benar-benar menolak untuk belajar.
Terjadinya perbedaan reaksi ataupun
aktivitas dalam belajar seperti yang digambarkan di atas dapat dijelaskan
melalui pembahasan tentang perbedaan motivasi. Sebagaimana dikemukakan oleh
Elida Prayitno (1989; 8) bahwa motivasi dalam belajar tidak saja merupakan
suatu energy yang menggerakkan anak untuk belajar, tetapi juga suatu yang
menggerakkan aqktivitas anak kepada tujuan belajar.
Menurut Dimyati dan Mudjiono
(2002; 85) menyatakan bahwa :
“Pentingnya motivasi bagi siswa
adalah untuk : a) Menyadarkan kedudukan pada awal belajar,
proses, dan hasil akhir. Contohnya setelah seseorang siswa membaca suatu bab
buku bacaan, dibandingkan dengan temannya ia terdorong membaca lagi, b)
Mengimformasikan tentang kekuatan usaha belajar, yang dibandingkan dengan
teman sebayanya. Sebagai ilustrasi, jika terbukti usaha belajar seseorang siswa
belum memadai, maka ia berusaha setekun temannya yang belajar dan
berhasil, c) Mengarahkan kegiatan belajar, sebagai
ilustrasi, setelah ia ketahui bahwa dirinya belum belajar secara serius, terbukti banyak bersenda gurau misalnya,
maka ia akan merubah perilaku belajarnya,
d) Membesarkan semangat belajar,
sebagai ilustrasi, jika ia telah menghabiskan dana belajar dan masih ada adik
yang mau dibiayai orang tuanya, maka ia akan berusaha cepat lulus, dan e)
Menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar dan kemudian bekerja
(disela-selanya adanya istirahat dan bermain) yang berkesinambungan. Individu
dilatih untuk menggunakan kekuatannya sedemikian rupa sehingga dapat berhasil.
Sebagai ilustrasi, setiap hari siswa diharapkan untuk belajar di rumah,
membantu pekerjaan orang tua, dan bermain dengan teman sebaya, apa yang
dilakukan diharapkan dapat berhasil memuaskan.
Motivasi belajar adalah factor
psikis yang bersipat non intelektual, dan peranan yang khas, yaitu menumbuhkan
gairah, merasa senang, dan semangat dalam belajar, yang pada gilirannya dapat
meningkatkan perolehan belajar, Sardiman (2004; 45). Dari pendapat tentang motivasi belajar di
atas maka peneliti menyimpulkan bahawa motivasi belajar adalah kondisi psikis
yang menumbuhkan gairah, merasa senang, dan semangat dalam belajar, yang pada
gilirannya dapat meningkatkan perolehan belajar.
Siswa
yang memiliki motiivasi belajar, tentunya melakukan aktivitas yang menunjukkan
cirri-ciri motivasi belajar. Anderson (dalam Elida Prayitno, 1989; 10)
mengemukakan bahwa motivasi dalam belajar dapat dilihat dari karakteristik
tingkah laku anak yang menyangkut minat, ketajaman perhatian, konsentrasi, dan
ketekunan. Anak yang memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar menampakkan
minat yang besar dan perhatian yang penuh terhadap tugas-tugas belajar. Mereka
memusatkan sebanyak mungkin energy fisik maupun psikis terhadap kegiatan, tanpa
mengenal perasaan bosan, apalagi menyerah.
Alex Sobur (2003; 188) mengemukakan
cirri-ciri motivasi belajar yaitu :
a.
Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus
menerus dalam waktu yang lama, tidak berhenti sebelum selesai).
b. Ulet
menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa).
c.
Tidak memerlukan dorongan untuk berprestasi.
d. Ingin
mendalami bahan / bidang pengetahuan yang diberikan.
e. Selalu
berusaha untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasinya).
f.
Menunjukkan minat terhadap macam-macam
masalah.
g.
Senang dan rajin belajar, penuh semangat dan
tidak cepat bosan dengan tugas-tugas rutin.
h. Dapat
mempertahankan pendapat-pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu, tidak
mudah melepaskan hal yang diyakini tersebut).
i.
Mengejar
tujuan-tujuan jangka panjang (dapat menunda pemuasan kebutuhan sesaat yang
ingin dicapai kemudian).
j.
Senang
mencari dan memecahkan soal-soal.
Berdasarkan
pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki motivasi
belajar yang tinggi ditunjukkan oleh
perilaku aktivitas-aktivitas positif yang menunjang tercapainya tujuan belajar.
Sehubungan dengan penelitian ini, maka secara operasional siwa yang memiliki
motivasi belajar yang tinggi ditunjukkan oleh indicator : 1)
Belajar dengan sungguh-sungguh dalam kelompok, 2)
Sering mengajukan pendapat dalam diskusi kelompok, 3)
Sering bertanya untuk memahami materi pada LKS, 4)
Berusaha mempertahankan pendapat yang telah diajukan, 5)
Sering ingin menjadi wakil dari kelompoknya untuk mempresentasikan hasil
kerja kelompok di depan kelas.
3.
Hasil
Belajar
Belajar dan hasil belajar memiliki
hubungan timbal balik yang sangat erat. (Dimyati, 2002; 34) mengemukakan bahwa
belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku, dan
keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar. Hasil yang akan dicapai
melalui proses belajarmerupakan tujuan dari pembelajaran yang mencakup tiga
ranah yaitu : 1) Kognitif,
2) Afektif, dan 3)
Psikomotor. Akibat dari belajar adalah kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotor makin bertambah.
Paul
Suparno dalam Sardiman (2004; 38) mengemukakan bahwa ada beberapa ciri atau prinsip dalam belajara
yang dijelaskan sebagai berikut :
a) Belajar berarti mencari makna.
Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan
alami, b) Konstruksi makna adalah proses yang terus
menerus, c) Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta,
tetapi merupakan pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian nyang baru.
Belajar bukanlah hasil perkembangan, tetapi perkembangan itu sendiri, d)
Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia
fisik dan lingkungannya, e) Hasil belajar seseorang tergantung pada apa
yang telah diketahui, si subjek belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi
proses interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari.
Winkel (1996; 111) mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu
aktivitas mental / psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, dan sikap nilai.
Sudjana (2005; 111)
mengemukakan bahwa hasil yang diperoleh dari penilaian dinyatakan dalam bentuk
hasil belajar. Tu’u (2004; 75)
menyatakan prestasi belajar adalah hasil belajar yang dicapai siswa ketika
mengikuti dan mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran di sekolah dan
merumuskan prestasi belajar sebagai berikut :
a) Prestasi belajar siswa adalah
hasil belajar yang dicapai siswa ketika mengikuti dan mengerjakan tugas dan
kegiatan pembelajaran di sekolah, b)
Prestasi belajar siswa tersebut terutama dinilai aspek kognitifnya karena yang
bersangkutan dengan kemampuan siswa dalam pengetahuan atau ingatan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi,
c) Prestasi belajar siswa
dibuktikan dan ditunjukkan melalui nilai
dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru terhadap tugas siswa dan
ulangan- ulangan atau ujian yang ditempuhnya.
Berikut dikemukakan unsur-unsur
yang terdapat dalam ketiga aspek hasil belajar, yaitu :
1. Hasil Belajar Kognitif
Hasil belajar
kognitif terdiri dari pengetahuan hafalan (Knowledge), pemahaman (Comprehention),
penerapan (Aplikasi), Analisis, Sintesis, dan Evaluasi.
2. Hasil Belajar Afektif
Afektif berkenaan dengan sikap dan nilai.
Beberapa ahli mengatakan, bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya,
bilah seseorang telah menguasai bidang kognitif tingkat tinggi. Hasil belajar
bidang afektif kurang mendapat perhatian dari guru. Para guru lebih banyak
member tekanan pada bidang kognitif semata-mata. Tife hasil belajar afektif
tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti atens / perhatian
terhadap pelajaran , disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman
sekelas, kebiasaan belajar, dan lain-lain.
3. Hasil Belajar Psikomotor
Hasil belajar
psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan ( skill), kemampuan bertindak
individu ( seseorang). Seseorang yang telah menguasai tingkat kognitif maka
prilaku orang tersebut sudah diramalkan Carl Roges (Nana Sudjana, 2005; 54).
Berdasarkan uraian di atas,dapat
penulis simpulkan bahwa hasil belajar adalah kompetensi yang dimiliki siswa
setelah menerima pengalaman belajarnya dalam bentuk angka-angka atau skor dan
hasil tes setelah proses pembelajaran. Hasil belajar IPS dalam penelitian ini
adalah kompetensi yang dicapai atau dimiliki siswa dalam bentuk angka-angka atau
skor dari hasil tes setelah mengikuti proses pembelajaran IPS dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT.
4. Hubungan Model Pembelajaran Tipe TGT dengan
Motivasi dan Hasil Belajar Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya
oleh Slavin (2008;12) bahwa salah satu kelebihan tipe STAD adalah menambah
kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai
sumber, dan balajar dari siswa yang lain .Dengan tipe STAD juga dapat
mengembangkan kemampuan mengungkapkan idea tau gagasan dengan kata-kata secara
verbal dan membandingkannya dangan ide-ide orang lain .
Melalui
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa tidak terlalu
menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan
berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari
siswa yang lain. Mereka bekerja dengan
teman-teman sekelompok, coba menilai kekuatan dan kelemahan mereka sendiri
sehingga dapat membantu mereka untuk berhasil baik dalam kuis. Melalui
pembelajaran ini akan meningkatkan proses pembelajaran dan akan meningkatkan
motivasi belajar tiap siswa dengan adanya motivasi siswa untuk menemukan
jawaban serta selalu berusaha memecahkan masalah secara sendiri, maka siswa
akan menemukan makna dari materi yang disampaikan guru, siswa dapat menempatkan
dirinya sebagai pencari ilmu sejati, maka tidak mustahil dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
Meningkatkannya motivasi belajar
siswa akan sangat
mempengaruhi hasil belajar siswa . Karna dengan adanya motivasi belajar
siswa , siswa akan bersungguh-sungguh untuk mengetahui, belajar, atau
keingintahuan yang tinggi . Dengan
demikian siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi akan sangat mendukung
tercapainya hasil belajar yang baik pula . Sebagaimana dikemukakan oleh
Sardiman (2004;45) bahwa motivasibelajar adalah factor psikis yang bersifat non
itelektual , dan peranannya yang khas yaitu menumbuhkan gairah, merasa senang,
dan semangat dalam belajar, yang pada gilirannya dapat meningkatkan perolehan
belajar.
B.
Hasil
Penelitian yang Relevan
Abdul Aziz (2008) dalam penelitiannya
mengemukakan bahwa pembelajaran dengan kooperatif Tife TGT menunjukkan adanya
peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri I Mandah
Kabupaten Indragiri Hilir Propinsi Riau, hasil belajar siswa secara klasikal
mencapai 86,67% siswa memiliki nilai ketuntasan individu > 75.
C.
Kerangka
Berpikir
Tife TGT adalah suatu bentuk pembelajaran
kooperatif yang aederhana. Dalam TGT, siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok
kecil yang beranggotakan 4 atau 5 orang dari berbagai kemampuan, jenis kelamin,
dan etnis. Dalam prakteknya guru menyajikan pelajaran dan kemudian siswa
belajar dalam kelompok untuk memastikan bahwa setiap anggota kelompok telah
menguasai materi. Penerapan pembelajaran kooperatif tife Turnament Game Team
(TGT) lebih mementingkan sikapdan proses dari pada prinsip, yaitu sikap dan
proses partisipasi dalam rangka mengembangkan potensi kognitif, afektif, dan
psikomotor siswa. Keunggulan lain dari tife Turnament Game Team (TGT) ini
adalah : 1) Siswa lebih mampu mendengar,
menerima, dan menghormati orang lain,
2) Siswa dapat mengidentifikasi
perasaannya dan juga perasaan orang lain, dan 3) Siswa dapat menerima pengalaman dan dimengerti
oleh orang lain.
Siswa bekerjasama setelah guru
menyajikan bahar ajar. Mereka dapat bekerja secara berpasangan dan saling
membandingkan jawaban, membahas setiap perbedaan, dan salaaming tolong menolong
manakala terdapat kesalahan pengertian (mis understanding). Mereka dapat
membahas strategi atau pendekatan yang digunakan dalam menyelesaikan masalah,
atau mereka dapat saling mengajukan soal atau kuis mengenai materi yang sedang
mereka pelajari. Mereka bekerja dengan teman-teman sekelompok, mereka dapat
menilai kekuatan dan kelemahan mereka sendiri sehingga dapat membantu mereka
dalam belajar. Berdasarkan pemikiran di atas, maka peneliti berargumen bahwa
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tife Turnament Game Team (TGT)
dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPS siswa.
Kerangka berpikir mengenai
keterkaitan antara model pembelajaran kooperatif tife dengan peningkatan
motivasi dan hasil belajar dapat dilihat pada bagan berikut :
D.
Hipotesis
Tindakan
Berdasarkan uraian di atas yang menjadi hipotesis tindakan adalah
sebagai berikut :
1.
Model
pembelajaran kooperatif tife TGT dapat meningkatkan motivasi belajar IPS siswa kelas VI, SD
Negeri 021 Keritang Kabupaten Indragiri Hilir
2.
Model
Pembelajaran kooperatif tife TGT dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas VI, SD Negeri 021
Keritang Kabupaten Indragiri Hilir
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Jenis
Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah tindakan kelas (action research).
Menurut Arikunto (2006; 16) Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang
dilakukan di kelas dengan tujuan memperbaiki atau meningkatkan mutu praktik
pembelajaran. Tindakan kelas yang diberikan
pada penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran kooperatif
learning tife TGT dalam rangka meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPS siswa kelas VI.
B.
Lokasi
dan Subjek Penelitian
Penelitian
ini dilakukan di SD Negeri 021 Keritang Kabupaten Indragiri Hilir. Subjek
penelitian adalah siswa kelas VI, SD Negeri 021 Keritang Kabupaten Indragiri
Hilir semester genap Tahun Ajaran 2011 / 2012. Jumlah siswa sebanyak 40 orang
siswa yang terdiri 18 orang siswa laki-laki, dan 22 orang siswa perempuan.
C. Definisi Operasional
Agar tidak terjadi perbedaan persepsi terhadap istilah-istilah kuncin
yang digunakan dalam penelitian ini,
maka dikemukakan definisi operasional dari istilah-istilah tersebut sebagai
berikut :
1. Model pembelajaran kooperatif tife TGT adalah
model pembelajaran yang menekankan pada proses kerjasama dalam suatu kelompok
yang terdiri dari 4 atau 5 orang siswa tiap kelompoknya untuk mempelajari suatu
materi akademik yang spesifik sampai tuntas, yang ditunjukkan oleh indicator
: 1)
Guru menyajikan materi secara ringkas,
2) Guru membagi kelompok belajar
secara heterogen, 3) Guru memberikan tugas secara individu, 4)
Guru membimbing diskusi kelompok,
5) Guru memerintahkan salah satu
kelompok diskusi untuk menampilkan hasil diskusinya, 6)
Guru memberikan pertanyaan kepada individu pada seluruh kelas, 7)
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan tanggapan atas
jawaban temannya, 8) Guru memberikan penguatan dan mengajak siswa
menyimpulkan materi pelajaran secara bersama-sama, dan 9)
Guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran melakukan pengamatan atau observasi terhadap: Aktivitas siswa , kemajuan
belajar siswa, dan tingkah laku siswa dalam belajar.
2. Hasil belajar yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah skor yang diperoleh siswa setelah proses pembelajaran
berlangsung yang diambil dari hasil tes kompetensi siswa. Tes yang dimaksud
adalah tes kognitif dengan soal essay tentang kompetensi siswa.
3. Motivasi belajar siswa dalam penelitian
ini akan dilihat dari indikator: 1) Belajar dengan sungguh-sungguh dalam
kelompok, 2) Sering mengajukan pendapat dalam diskusi
kelompok, 3) Sering bertanya untuk memahami materi pada
LKS, 4)
Berusaha untuk mempertahankan pendapat yang telah diajukan, 5)
Sering ingin menjadi wakil dari kelompoknya untuk mempresentasikan hasil
kerja kelompok di depan kelas.
D.
Siklus
Penelitian
Sesuai dengan jenis penelitian ini , yaitu
penelitian tindakan kelas, maka siklus penelitian tindakan kelas yang dilakukan
adalah model siklus yang dikembangkan oleh Kemmis.
Menurut Kemmis yang dikutip Wardani (2002; 2.2) penelitian tindakan kelas
dipandang sebagai suatu siklus yang mempunyai empat komponen yaitu: Penyusunan rencana,
pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Keempat komponen tersebut
merupakan unsur untuk membentuk sebuah siklus, yaitu satu putaran kegiatan
beruntun yang kembali ke langkah semula. Jadi, bentuk penelitian tindakan kelas
tidak pernah merupakan tindakan tunggal, tetapi selalu harus berupa rangkaian
kegiatan yang kembali ke asal, yaitu dalam bentuk siklus (Arikunto, 2006; 16).
Menurut Arikunto (2006; 16): “Lamanya
satu siklus berlangsung dan beberapa kali pertemuan peneliti diizinkan mengadakan
refleksi agar terjadi satu siklus kurang tepat diberikan karena jangka waktu
pelaksanaan pembelajaran sifatnya relative”. Jangka waktu untuk satu siklus
tergantung dari materi yang dilaksanakan dengan cara tertentu. Refleksi dapat
dilakukan apabila peneliti merasa sudah mendapat pengalaman, dalam arti sudah
memperoleh informasi yang perlu untuk memperbaiki denga cara yang telah dicoba.
Dalam
penelitian tindakan kelas ini peneliti merencanakan dua siklus. Siklus pertama
diawali dengan refleksi awal karena peneliti telah memiliki seperangkat data
yang dapat dijadikan dasar untuk merumuskan tema penelitian yang selanjutnya
diikuti perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan / observasi, dan
refleksi untuk dilanjutkan ke siklus berikutnya. Siklus penelitian akan
dilaksanakan dapat digambarkan sebagain berikut.
|
|
Pengamatan
|
|
Pelaksanaaan
|
|
Pengamatan
|
?
|
Gambar 2. Siklus PTK
1.
Perencanaan
Dalam kegiatan perencanaan tindakan
termasuk revisi dan perubahan pelaksanaan tambahan yang dilakukan dalam proses
pembelajaran yang sebelumnya tidak diduga, namun kendala-kendala yang dirasakan sebelumnya belum ada. Perencanaan
juga disusundan dipilih atas dasar pertimbangan kemungkinan untuk diberikan
atau dilaksanakan secara efektif dan situasional. Sifat dari perencanaan ini
adalah sementara yang dapat dirubah sesuai dengan yang dirasakan . Kegiatan
perencanaan meliputi : Merancang
perangkat pembelajaran yang terdiri dari silabus, rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP), lembar kerja siswa (LKS), memilih buku pegangan siswa, dan
merancang instrument antara lain : Membuat format lembar observasi aktivitas
guru dan siswa, angket motivasi belajar siswa, dan menetapkan jadwal
pelaksanaan. Berikut akan dsiuraikan kegiatan perencanaan ini :
a. Mengkaji silabus mata pelajaran IPS kelas VI,
SD.
Peneliti
perlu mengkaji terlebih dahulu silabus mata pelajaran IPS kelas VI sebelum
pembelajaran dimulai. Pengkajian dilakukan terhadap materi pembelajaran,
alokasi waktu, dan indicator yang diharapkan dikuasai siiswa serta Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
b. Memilih buku pegangan siswa
Buku
teks yang dipilih untuk mendukung pembelajaran IPS SD kelas VI, Erlangga, 2006.
c.
Merancang
Instrumen
Intrumen
yang umum dipakai adalah (a) soal tes, kuis,
(b) lembar observasi dan catatan
lapangan. Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah :
1.
Lembar
observasi motivasi belajar.
2.
Kuis
3.
Tes
hasil belajar.
d.
Memberi
informasi tentang kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif
tife TGT.
Sebelum
memulai penelitian , guru memberi informasi tentang kegiatan
pembelajaran kooperatif tife TGT agar sebelum pelaksanaan proses pembelajaran
siswa sudah mengetahui tahapan-tahapan aktivitas pembelajaran yang dilakukan.
Pada tahap pemberian informasi yang harus
disiapkan adalah materi yang akan diajarkan, membentuk kelompok belajar yang
sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tife TGT dimulai dengan pendahuluan, menjelaskan materi, dan latihan
terbimbing. Diakhir pertemuan guru dan siswa membuat kesimpulan mengenai materi
yang dibahas. Untuk mendapatkan nilai perkembangan individu maka dilakukan kuis
yang dikerjakan secara individu.
e.
Pembentukan
kelompok
Pembentukan kelompok dilakukan
dengan mula-mula menentukan rangking untuk setiap siswa dan kelompok yang
dibentuk merupakan kelompok heterogen.
f.
Pelaksanaan
Pada tahap ini peneliti melaksanakan tindakan berdasarkan perencanaan
yang telah disusun mengacu pada sintaks pembelajaran kooperatif. Sebelum
pembelajaran dimulai siswa diminta duduk sesuai dengan pembagian kelompoknya,
guru kemudian menyampaikan materi pembuka. Penyampaian materi ini disampaikan
guru pada setiap kali pertemuan, sehingga siswa memperoleh pengetahuan dasar
atau penjelasan konsep-konsep sulit.
Guru
menjelaskan langkah-langkah kegiatan pembelajaran kooperatif tife TGT,
selanjutnya siswa melaksanakan kegiatan tersebut, setelah itu siswa mengerjakan
lembaran kegiatan siswa dengan teman sekelompoknya. Selama siswa bekerja dalam
kelompoknya, aktivitas guru adalah fasilisator, mengontrol waktu, memonitor
kegiatan siswa, mengamati siswa dan mengarahkan siswa apabila ada kelompok yang
mengalami kesulitan. Apabila ada siswa yang mengalami kesulitan dalam pemahaman
materi dan bertanya pada guru. Guru berusaha mengarahkan dulu kepada teman
sekelompoknya. Apabila dalam kelompok tidak diperoleh jawaban yang memuaskan,
barulah guru menjawab dan meluruskan pemahaman siswa. Guru dan teman sejawat
yang bertugas sebagai observer mengamati
dan mengisi lembar observasi perilaku siswa dalam kelompoknya pada
siklus I.
Kegiatan akhir dalam
pembelajaran adalah guru membuat kesimpulan mengenai materi bahasan yang telah
dipelajari pada hari itu. Untuk mendapatkan nilai perkembangan individu siswa
dilakukan kuis. Selanjutnya guru memberikan pekerjaan rumah sebagai latihan di
rumah. Tugas rumah ini akan dipresentasikan oleh kelompok yang mendapat undian
di depan kelas pada pertemuan selanjutnya. Presentasi penyelesaian tugas ini,
mulai dilakukan pada pertemuan kedua. Setelah berakhirnya siklus pada pertemuan
selanjutnya dilakukan tes hasil belajar.
g.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan bersamaan
dengan pelaksanaan tindakan yang dilakukan oleh observer dengan menggunakan
lembar observasi. Pengamatan dilakukan terhadap aktivitas siswa selama proses
pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi. Observasi dilakukan pada tiap
kali pertemuan. Sebelum dilakukan observasi peneliti menjelaskan kepada
observer mengenai mekanisme pelaksanaan pembelajaran kooperatif tife TGT dan
terlebih dahulu melakukan diskusi mengenai apa yang akan diobservasi nantinya.
h.
Refleksi
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dijadikan sebagai bahan
kajian pada kegiatan refleksi. Hasil analisis dari refleksi ini disajikan
sebagai bahan untuk membuat rencana tindakan baru pada siklus berikutnya.
E.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Tes
Digunakan
untuk melihat tingkat pencapaian keberhasilan belajar siswa dan tingkat
pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang telah dipelajari. Tes yang
diberikan berbentuk uraian yang diberikan setelah selesai pokok bahasan atau di
akhir siklus. Instrumen tes hasil belajar disusun berdasarkan kompetensi dasar
dari materi yang diteliti. Penskoran tes uraian berdasarkan alternative jawaban
dari soal evaluasi yang diberikan.
2.
Lembar Observasi Aktivitas Guru dan Siswa
Sewaktu
peneliti terlibat dalam proses pembelajaran diperlukan observer untuk mengamati
aktivitas guru dan siswa. Ini diperlukan juga sebagai validasi terhadap
pengamatan peneliti ke siswa dan tindakan yang dilakukan guru. Untuk itu
diperlukan lembaran untuk memandu teman sejawat mengamati aktivitas guru dan
siswa selama proses pembelajaran. Lembar observasi yang disediakan berupa
lembar observasi terfokus.
3.
Lembar Observasi Motivasi Belajar
Lembar observasi motivasi belajar
siswa disusun berdasarkan indicator motivasi belajar.
F.
Teknik
Pengumpul Data
Data
yang diperoleh dari hasil penerapan model pembelajaran kooperatif tife TGT yang
diberikan tiap siklus adalah hasil observasi pada saat prosese pembelajaran,
observasi motivasi sebelum tindakan siklus I, Siklus II, dan nilai kuis yang
diberikan pada setiap akhir pertemuan. Data selaqnjutnya diola dan dianilisa
yang dapat digunakan sebelum bahan refleksi pada siklus berikutnya.
G.
Prosedur Pengolahan Data dan Teknik Analisis
Data
Pada dasarnya pengolahan dan analisa data
dilakukan selama proses penelitian berlangsung dan dilakukan secara terus
menerus.
1.
Prosedur Pengolahan Data
Fungsi
data dalam penelitian tindakan kelas adalah sebagai landasan refleksi.
Berdasarkan data tersebut peneliti melanjutkan ke siklus berikutnya. Data yang
diperoleh dari pengamatan dan kuis dijadikan pedoman untuk memberikan tindakan
pada siklus berikutnya.
2.
Teknik Analisis Data
Analisis
data diawali olem momen refleksi siklus penelitian. Teknik analisis data yang
digunakan adalah :
a.
Hasil
Belajar Siswa
Ketuntasan klasikal tercapai apabila 80% dari seluruh siswa meamperoleh nilai minimal 70 maka kelas itu dikatakan tuntas. Adapun rumus yang dipergunakan untuk meentukan ketuntasan klasikal sebagai berikut :
KK
= Ketuntasan klasikal
JT
= Jumlah siswa yang tuntas
JS
= Jumlah siswa seluruhnya
b.
Rata–rata Motivasi
Belajar Siswa yang Diamati
Hasil
yang diperoleh guru dala melaksanakan kegiatan pembelajaran menggunakan
ketentuan sebagai berikut :
Kriteria yang digunakan :
76% - 100% =
Baik Sekali
56% - 75% =
Baik
26% - 55% =
Cukup
0% - 25% =
Kurang
c. Aktivitas Guru
Untuk
melihat aktivitas guru dalam membina proses bealajar mengajar yang menggunakan
9 aktivitas, dapat dilihat dari lembar observasi yang menggunakan 5 alternatif
jawaban dengan skor aktivitas belajar mengajar sebagai berikut :
·
Sangat
Sempurna (SS) = 4
·
Sempurna
(S) = 3
·
Kurang
Sempurna (KS) = 2
·
Tidak
Sempurna (TS) = 1
·
Tidak
Dilaksanakan = 0
Sehingga
jumlah skor tertingi 10 x 4 = 40 dan
skor terendah 10 x 0 = 0
Menentukan
5 klasifikasi tingkat kesempurnaan guru dalam menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe TGT, dapat dihitung dengan cara :
1. Menentukan jumlah klasifikasi yang
diinginkan, yaitu 5 klasifikasi, cukup sempurna, kurang sempurna, dan tidak
sempurna. yaitu sangat sempurna,
sempurna, sempurna
2.
Menentukan
interval (I), yaitu :
= 8
3.
Menentukan
table klasifikasi standar pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT,
yaitu :
Tabel 6. Interval dan Kategori Aktivitas
Guru
Interval Skor
|
Kategori
|
0
- 7
|
Tidak sempurna
|
8 - 15
|
Kurang sempurna
|
16 -
23
|
Cukup sempurna
|
24 - 32
|
Sempurna
|
33 -
40
|
Sangat sempurna
|
Lampiran I . Data Hasil Belajar sebelum tindakan
No
|
Kode Siswa
|
Skor Dasar
|
Keterangan
|
1
|
Siswa - 01
|
75
|
Tuntas
|
2
|
Siswa - 02
|
70
|
Tuntas
|
3
|
Siswa - 03
|
50
|
Tidak Tuntas
|
4
|
Siswa - 04
|
65
|
Tuntas
|
5
|
Siswa - 05
|
55
|
Tidak Tuntas
|
6
|
Siswa - 06
|
80
|
Tuntas
|
7
|
Siswa - 07
|
40
|
Tidak Tuntas
|
8
|
Siswa - 08
|
75
|
Tuntas
|
9
|
Siswa - 09
|
60
|
Tidak Tuntas
|
10
|
Siswa - 10
|
65
|
Tuntas
|
11
|
Siswa - 11
|
55
|
Tidak Tuntas
|
12
|
Siswa - 12
|
70
|
Tuntas
|
13
|
Siswa - 13
|
90
|
Tuntas
|
14
|
Siswa - 14
|
50
|
Tidak Tuntas
|
15
|
Siswa - 15
|
60
|
Tidak Tuntas
|
16
|
Siswa - 16
|
40
|
Tidak Tuntas
|
17
|
Siswa - 17
|
85
|
Tuntas
|
18
|
Siswa - 18
|
80
|
Tuntas
|
19
|
Siswa - 19
|
60
|
Tidak Tuntas
|
20
|
Siswa - 20
|
55
|
Tidak Tuntas
|
21
|
Siswa - 21
|
70
|
Tuntas
|
22
|
Siswa - 22
|
60
|
Tidak Tuntas
|
23
|
Siswa - 23
|
50
|
Tidak Tuntas
|
24
|
Siswa - 24
|
55
|
Tidak Tuntas
|
25
|
Siswa - 25
|
75
|
Tuntas
|
26
|
Siswa - 26
|
50
|
Tidak Tuntas
|
27
|
Siswa - 27
|
75
|
Tuntas
|
28
|
Siswa - 28
|
60
|
Tidak Tuntas
|
29
|
Siswa - 29
|
60
|
Tidak Tuntas
|
30
|
Siswa - 30
|
80
|
Tuntas
|
31
|
Siswa - 31
|
40
|
Tidak Tuntas
|
32
|
Siswa - 32
|
70
|
Tuntas
|
33
|
Siswa - 33
|
50
|
Tidak Tuntas
|
34
|
Siswa - 35
|
60
|
Tidak Tuntas
|
35
|
Siswa - 36
|
65
|
Tuntas
|
36
|
Siswa - 37
|
75
|
Tuntas
|
37
|
Siswa - 38
|
55
|
Tidak Tuntas
|
38
|
Siswa - 39
|
65
|
Tuntas
|
39
|
Siswa - 40
|
60
|
Tidak Tuntas
|
40
|
Siswa - 32
|
70
|
Tuntas
|
|
Rata-rata
|
63,125
|
Tidak Tuntas
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar